Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Zona Merah, Kota Depok Batalkan KBM Tatap Muka 2021

19 Desember 2020   13:44 Diperbarui: 19 Desember 2020   14:04 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Sabtu (19/12/2020), jadwal ambil raport anak pertama saya, Putik Cinta Khairunnisa, dan si kecil Fattaliyati Dhikra. Anak kedua, Annajmutsaqib, Jumat (18/12/2020) sudah saya ambil. 

Kebetulan sekolahnya bersampingan, jadi setelah ambil raport si kecil, saya tinggal berjalan kaki. Tidak sampai 20 meter. Cuaca cukup cerah.

Pengambilan jadwal raport ini memang sudah ditentukan hari dan waktunya sebagai upaya memutus penyebaran pandemi Covid-19. Bahkan, sudah ditentukan pula waktu untuk murid berdasarkan nomor absensi.  

Dalam surat edaran yang dibagikan di group, pihak sekolah sudah menginstruksikan beberapa protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Selain memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, orangtua juga diminta untuk datang sendiri, tidak boleh membawa anak. 

Orangtua juga diminta membawa alat tulis sendiri, dan tidak boleh berlama-lama di sekolah. Setelah ambil raport harus segera meninggalkan sekolah. Tidak boleh berkerumun dengan orangtua murid lainnya.

Kalau wali kelas 9E malah memakai alat pelindung diri yang lebih lengkap. Memakai masker, face shield, dan sarung tangan plastik transparan. Ya, baguslah. Itu artinya saling menjaga diri. Menjaga dirinya sekaligus menjaga diri orang lain yang berada di hadapannya.

Tadinya, orangtua murid juga diminta untuk membawa selembar materai yang dibutuhkan untuk surat pernyataan persetujuan atau tidak setuju untuk belajar tatap muka di sekolah pada semester genap 2021. Saya sudah membeli 3 lembar materai bernilai 6000.

Sebagaimana diketahui berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka akan dilakukan mulai awal Januari 2021.

Berdasarkan SKB ini, pihak sekolah sudah menyiapkan skenario pembelajaran di sekolah. Tentu saja selain mengikuti protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) dan adanya surat persetujuan orangtua.

Ibu Wali kelas 3B (dokumen pribadi)
Ibu Wali kelas 3B (dokumen pribadi)
Skenarionya begini. Pertama, siswa masuk bergantian tiap level dengan siklus seminggu 2 kali pertemuan. Kedua, tatap muka Senin dan Selasa untuk kelas 7, Rabu dan Kamis untuk kelas 8, Jumat dan Sabtu untuk kelas 9. 

Ketiga, pada saat tidak tatap muka, pembelajaran tetap dilaksanakan secara daring selam 3 hari. Keempat, KBM dibagi dua shift (50% - 50%) setiap hari. Shif 1 pukul 7.00 - 10.00, shift 2 pukul 10.30 - 13.30. Kelima, tatap muka di sekolah maksimal 3 jam/hari. 

Keenam, tidak ada waktu istirahat, tidak ada jeda dalam pergantian mata pelajaran, dan siswa tetap berada di dalam kelas. Ketujuh, jumlah siswa dalam satu ruangan juga dibatasi maksimal 18 pelajar. Kedelapan, setelah ruangan dipakai harus disterilkan dengan penyemprotan disinfektan. 

Sekolah juga menyampaikan, guna mencegah terjadinya kerumunan, kantin sekolah tidak akan dibuka dan para siswa diminta membawa bekal makanan sendiri.

Namun, akhirnya rencana ini tidak jadi menyusul pengumuman Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Mohammad Thamrin, yang membatalkan rencana tatap muka ini karena ternyata Kota Depok masih berada dalam zona merah Covid-19. Tren kasusnya masih tinggi.

Kepastian itu disampaikan pada Jumat (18/12/2020) ketika saya akan mengambil raport anak kedua saya, yang disebar ke group orangtua.

Pemerintah Kota Depok pun memastikan tak ada sekolah tatap muka pada awal 2021. Kegiatan belajar mengajar di semester depan tetap dilakukan secara online atau daring.

Keputusan itu diambil guna mengantisipasi terjadinya kluster sekolah dan menjaga anak agar tidak terpapar virus. Ya baguslah. Saya sebagai orangtua setuju-setuju saja. Kan lebih baik mencegah. Daripada memunculkan klaster baru di sekolah? Itu lebih "mengerikan" buat saya.

Saya lebih baik anak-anak kembali PJJ daripada saya harus "mengorbankan" keselamatan anak saya. Tidak masalah peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar menjadi kurang optimal dibandingkan pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka.

Meski juga, berdasarkan studi, pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik dibandingkan penerapan PJJ.

Menurut saya, pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah harus dipersiapkan secara matang untuk mencegah munculnya klaster baru penularan virus corona.

Hasil screenshoot
Hasil screenshoot
Lha, iya kan, siapa yang menjamin anak-anak bisa mematuhi protokol kesehatan secara sudah hampir setahun tidak bersua dengan kawan-kawannya. Ada euforia dan rasa rindu tak berjumpa. Saling mengobrol, lupa diri menjaga jarak, dan tidak memakai masker.

Terlebih saat ini Kota Depok masih dalam status risiko tinggi penyebaran Covid-19. Jika pada Kamis, 10 Desember 2020 dilaporkan ada 12.109 kasus infeksi virus SARS-CoV-2, dengan 2.427 pasien di antaranya masih dirawat, angka ini naik menjadi 14236 pada Sabtu (19/12/2020) atau hanya berselang 9 hari.

Karenanya, masih sangat rentan jika harus melakukan aktivitas belajar di sekolah. Terlebih keadaan pandemi corona di Indonesia juga belum memungkinkan untuk menerapkan pembelajaran tatap muka. Terlihat dari trennya yang terus meningkat.

Jadi, sebaiknya pemerintah menunda pemberlakuan sekolah tatap muka. Sebagaimana disampaikan Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman bahwa ada  tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum membuka kembali sekolah tatap muka. 

Pertama, penurunan kasus harian dalam dua pekan berturut-turut. Kedua, tren penurunan kasus yang dibarengi dengan angka positivity rate di bawah 5 persen. Ketiga, tingkat kematian akibat Covid-19 harus menyentuh satu digit setiap hari. 

Jika ketiga syarat itu terpenuhi, pemerintah baru bisa mempertimbangkan sekolah tatap muka. Itu juga harus dibarengi dengan penerapan protokol Covid-19. (CNN Indonesia, 20/11/2020).

Jadi, saya mengapresiasi keputusan Dinas Pendidikan Kota Depok untuk menunda kegiatan belajar mengajar tatap muka. Menurut saya, ini sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kota untuk melindungi anak didik sebagai generasi penerus bangsa.

Dilematis memang. PJJ dilanjutkan Indonesia berpotensi mengalami generasi "learning loss" sebagaimana dikhawatirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. KBM tatap muka juga memunculkan resiko yang tak kalah mengerikan: kehilangan generasi.

Saya lebih baik memilih Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ tetap dilanjutkan karena resiko generasi "learning loss" masih bisa diperbaiki, tapi kalau sampai kehilangan generasi karena banyak yang meninggal akibat Covid-19, ah sungguh saya tidak bisa membayangkannya jika itu terjadi.

Atau sayanya saja yang khawatir terlaku berlebihan? 

Bagaimana di wilayah lain?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun