Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

BPJS Kesehatan "Mangkir" Bayar Tagihan, ARSSI Minta Perlindungan Presiden

16 Desember 2020   21:01 Diperbarui: 16 Desember 2020   21:04 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Joni, SH, MH (tengah) saat memberikan keterangan terkait tunggakan BPJS Kesehatan (dokpri)

Sebanyak 400 rumah sakit swasta mengadu kepada Assosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) bahwa selama dua tahun ini BPJS Kesehatan menunggak pembayaran tagihan klaim jaminan kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan (operasi caesar). Klaim tersebut mencapai lebih dari Rp100 miliar. 

Karena tidak ada pemasukan, rumah sakit mengalami ketimpangan dan banyak jasa tenaga medis yang belum terbayarkan. Jika ini terus dibiarkan, dikhawatirkan rumah sakit kian terpuruk. Di masa pandemi Covid-19 saja banyak perusahaan kolaps, bagaimana dengan rumah sakit? 

Atas persoalan yang tak kunjung terselesaikan ini, akhirnya ARSSI dan PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menunjuk kuasa hukum untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Terlebih setelah berbagai korespondensi dengan pihak BPJS Kesehatan selalu belum menemui titik temu.

Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Joni, SH, MH, atas nama ARSSI yang mewakili kepentingan rumah sakit, dan PB IDI yang mewakili kepentingan tenaga medis (dokter, dokter spesialis anak, dokter spesialis Obstetri dan Ginekolog) memohon keadilan dan perlindungan hukum kepada Presiden.

Langkah ini ditempuh karena BPJS Kesehatan hingga kini belum membayarkan tagihan atas layanan jaminan kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan (kode P03.0-P03.6). Padahal, layanan yang diberikan ini sudah sesuai dengan kode yang ditetapkan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan.

"Kami meminta Presiden RI mengarahkan BPJS Kesehatan membayarkan menyeluruh atas layanan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan. Kami meminta keadilan agar diselesaikan pembayarannya dengan tidak menunda dan mengurangi klaim rumah sakit anggota ARSSI," tegas Joni, praktisi hukum alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), saat menyampaikan pernyataannya, di Jakarta, Rabu (16/12/2020), yang juga didampingi Wakil Sekjen PB IDI Dr. Fery Rahman, MKM.

Ketua Umum ARSSI Drg. Susi Setiawaty, MARS (Dokumen pribadi)
Ketua Umum ARSSI Drg. Susi Setiawaty, MARS (Dokumen pribadi)
Ketua Umum ARSSI Drg. Susi Setiawaty, MARS, yang hadir dalam kesempatan itu, mengatakan, sejak 2018 beberapa rumah sakit memang ada yang sudah dibayarkan, ada juga yang belum dibayarkan. 

Namun, pada Juli 2020 rumah sakit swasta di seluruh daerah sudah nyaris tidak ada lagi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Dan, jumlahnya mencapai 400 rumah sakit, setidaknya berdasarkan laporan yang masuk ke ARSSI.

"Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini jelas sangat berpengaruh. Dampak Covid-19 juga berimbas pada rumah sakit swasta. Jika banyak perusahaan yang tutup karena pandemi ini, ya tidak tertutup kemungkinan rumah sakit juga mengalami hal serupa," katanya.

Dalam aduannya, sebanyak 400 rumah sakit swasta melampirkan laporan jumlah klaim tagihan atau piutang BPJS Kesehatan yang belum terbayarkan. Jika ditotal, jumlahnya bisa di atas Rp100 miliar. Ini jumlah yang tidak sedikit dalam menunjang keberlangsungan rumah sakit. 

Terlebih tidak semua rumah sakit swasta adalah rumah sakit besar, banyak juga yang rumah sakit kecil, seperti yang berada di daerah kabupaten. Bisa dibayangkan ringkihnya rumah sakit swasta tanpa sokongan dana yang seharusnya itu menjadi haknya.

"Kami sudah berusaha berkomunikasi dengan semua lembaga, Komisi IX DPR, juga antarlembaga, dan semuanya sepakat memerintahkan BPJS Kesehatan untuk membayarkan tagihan tersebut, tapi respon BPJS Kesehatan belum ada tanda-tanda ingin membayarkan. Karenanya, kami mohon keadilan kepada Presiden Joko Widodo," kata drg Susi.

Wakil Ketua ARSSI Dr. Noor Arida Sofiana, MBA, menambahkan, ARSSI dan PB IDI telah meminta agar BPJS Kesehatan segera melakukan kewajiban pembayaran atas layanan Jaminan Kesehatan Nasional Bayi Baru Lahir dengan Tindakan. "

"Bayangkan, dari masih bayi sampai anak itu berusia dua tahun, tagihan belum dibayarkan juga oleh BPJS Kesehatan," ungkapnya.

Kalau menurut saya, persis seperti perilaku orang yang berhutang. Ketika hutangnya ditagih, eh yang ditagih malah lebih galak. 

Menurut Noor, permintaan ARSSI itu sudah sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (vide Lampiran Bab III Kodong INA-CBGs huruf C Angka 1) ["Permenkes RI Nomor 76 Tahun 2016"] Jo. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/Menkes/402/2020 tentang Klaim Bayi Baru Lahir Dengan Tindakan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional, tertanggal 9 Juli 2020 ("Surat Edaran Menkes RI Nomor HK.02.01/Menkes/402/2020");

Tim Kuasa Hukum ARSSI dan PB IDI (dokumen pribadi)
Tim Kuasa Hukum ARSSI dan PB IDI (dokumen pribadi)

"Kalau merujuk Surat Edaran Menkes tersebut sudah jelas dan terang tagihan rumah sakit swasta atas layanan jaminan sosial kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan dengan Kode P0.3.0-P0.3.6. Karenanya, Kami meminta keadilan agar segera diselesaikan pembayarannya, dengan tidak menunda dan mengurangi nilai klaim rumah sakit anggota ARSSI," tambahnya.

Layanan kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan ini sejatinya sudah menjadi tanggungjawab konstitusional Negara melalui BPJS Kesehatan yang bermitra dengan rumah sakit swasta anggota ARSSI dan tenaga medis anggota IDI sebagai garda terdepan.

Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 juga menjamin layanan kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan adalah Neonatal Essential merupakan hak konstitusional anak, hak asasi manusia (HAM), hak anak, serta kepentingan rakyat banyak yang berguna bagai masa depan bangsa menuju Indonesia Emas. 

Sementara itu, Ketua Umum PB IDI, dr. Daeng M Faqih, S.H. M.H, menyampaikan, BPJS Kesehatan tidak bisa dan tidak boleh "berlindung" menunggu arahan Presiden. "Itu sih urusan teknis, bukan lagi menjadi urusan Presiden. Dan, lagi pula ada aturannya. Kode-nya juga ada," tegasnya saat ditemui di PB IDI.

Pembayaran klaim ini sangat penting karena sangat berpengaruh pada daya tahan dan keberlanjutan layanan rumah sakit swasta anggota ARSSI dan tenaga medis anggota IDI. 

Saya mencoba meminta klarifikasi kepada Kepala Humas BPJS Kesehatan, hingga tulisan ini dimuat belum ada respon. 

Dalam kondisi seperti ini, rumah sakit menjadi pihak yang paling tersudutkan. Di satu sisi, dilarang menolak melayani pasien, sementara tagihan pelayanan yang dinikmati peserta belum dibayarkan BPJS Kesehatan. 

Bayangkan saja, rumah sakit dituntut untuk tetap beroperasi, namun menjadi tidak berkembang karena keuangan yang pas-pasan, hidup dengan utang, yang dikhawatirkan berpotensi memberikan pelayanan di bawah standar.

Kalau masalah tunggakan ini belum juga terbayarkan, saya tidak tahu bagaimana nasib rumah sakit ini ke depannya. Akankah masih kuat bertahan atau terhempas oleh gelombang ketidakpastian, lalu merana.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun