Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tidak Perlu Takut Vaksin Covid-19

14 Desember 2020   19:27 Diperbarui: 14 Desember 2020   19:30 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi pagi, Senin (14/12/2020), ketika saya berada di dalam kereta mau ke RSCM, tiba-tiba saya diminta merapat ke kantor Pengurus Besar IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Jadi, saya pun berubah haluan, yang semula mau turun di Stasiun Cikini, akhirnya di Stasiun Gondangdia. Dari sini, saya berjalan kaki.

Saya memutuskan ke sini karena isunya menarik, dan lagi hangat diperbincangkan. Apalagi kalau bukan terkait vaksin Covid-19. PB IDI ingin mengklarifikasi adanya pemberitaan bahwa IDI menolak adanya vaksinasi.

"Pemberitaan itu keliru, tidak benar, karenanya perlu diklarifikasi. Yang benar adalah IDI sangat mendukung adanya program vaksinasi dari pemerintah ini, terlebih tenaga kesehatan menjadi pihak prioritas untuk mendapatkan vaksin," kata Ketua Umum PB IDI dr. Daeng M Faqih.

PB IDI merasa perlu mengklarifikasi agar tidak mengurangi rasa percaya masyarakat dan tidak terjadi penolakan terhadap program vaksinasi Covid-19. Sejak awal sikap PBI IDI jelas, secara resmi mendukung dan mengapresiasi upaya pemerintah untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19.

"Kami sudah kirim surat kepada Kementerian Kesehatan dan ditembuskan kepada Presiden untuk memberikan dukungan dan apresiasi. Persoalan vaksin mana yang dipilih itu menjadi kewenangan BPOM," ujarnya.

Vaksinasi diyakininya menjadi satu-satunya solusi untuk menghentikan penyebaran penyakit akibat virus Corona itu. Tentu saja setelah divaksin, masyarakat tetap diminta untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 -- memakai masker, sering mencuci tangan, dan menjaga jarak.

"Divaksin bukan berarti 100 persen aman, karenanya harus dibarengi dengan 3M yaitu agar target 100 persen tercegah dari Covid tercapai dengan baik. Protokol kesehatan Covid-19 tetap harus dilakukan," jelasnya.

Karenanya, masyarakat diminta tidak perlu takut dengan vaksin mengingat vaksin bukanlah hal baru. "Kita sebenarnya sudah akrab dengan vaksin. Setiap ada wabah penyakit, selalu disertai dengan vaksin. Jadi, apa yang harus ditakutkan?" katanya.

Yang harus diingat, ketika akan divaksin, tubuh tetap bugar, nutrisi terjaga. Karena terbentuk antibodi juga tergantung metabolisme tubuh yang baik. Jika dalam keadaan fit, akan memaksimalkan terbentuknya antibody atau daya tahan tubuh yang baik.

Dokter Daeng menegaskan, tidak masalah apakah vaksin itu dari virus yang dimatikan, dilemahkan, atau rekayasa genetika, selama hasil akhirnya dijamin aman, efektif, dan bermutu.

Untuk memberikan contoh yang baik kepada masyarakat atau role model, dr. Daeng dan anggota IDI lainnya bersedia menjadi orang pertama untuk divaksin. Dengan contoh ini, masyarakat diharapkan menjadi semakin yakin dan tidak ragu lagi dengan vaksin Covid-19. Terlebih Presiden Joko Widodo sendiri juga menyatakan kesediaannya menjadi bagian pertama yang divaksinasi.

Namun, program vaksinasi ini akan berhasil jika seluruh masyarakat Indonesia mau berpartisipasi secara aktif untuk melakukan vaksinasi Covid-19 sehingga dapat membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity.

Herd immunity bisa didapatkan jika 60 hingga 70 persen penduduk Indonesia telah memiliki kekebalan tubuh untuk melawan virus. Artinya, butuh partisipasi 60 sampai 70 persen dari total penduduk Indonesia yang divaksin agar Covid-19 tidak bisa menular dan kasus penularan terhenti.

Dokter Daeng menyakini ini bisa terpenuhi mengingat jumlah peserta PBI BPJS Kesehatan (yang ditanggung pemerintah) dan peserta Jamkesda sudah lebih dari 50 persen. Kekurangannya yang 10 sampai 20 persen lagi bisa terpenuhi dari masyarakat secara mandiri.

Ketua Umum PB IDI dr. Daeng Faqih (dokumen pribadi)
Ketua Umum PB IDI dr. Daeng Faqih (dokumen pribadi)
Terkait pre order 1,2 juta vaksin Sinovac dari China, IDI bisa memakluminya karena ada 152 negara yang "berebut" vaksin tersebut. Jika Indonesia tidak melakukan hal serupa, dikhawatirkan Indonesia tidak kebagian dan itu akan berdampak pada penanganan Covid-19, yang bisa jadi semakin tidak bisa dikendalikan.

"Memang Indonesia juga tengah mengembangkan vaksin Merah Putih, tapi kan juga belum diketahui pasti keefektifan dan keamanannya. Masih sama-sama gambling. Kita bersikap nasionalis iya, tapi juga harus mempertimbangkan nyawa banyak orang. Lagi pula kan vaksin Sinovac belum bisa langsung dipakai, harus ada ijin BPOM terlebih dulu. Sama juga, vaksin Merah Putih kan harus dapat ijin BPOM baru bisa diedarkan," katanya.

Ketua Tim Khusus New Normal yang juga Wakil Ketua Umum 2 PB IDI, dr Slamet Budiarto, menyampaikan, vaksin sangat diperlukan karena jumlah penambahan kasus Covid-19 terus bertambah, begitu pula angka kematiannya. Penyebabnya, protokol kesehatan tidak dijalankan dengan baik oleh masyarakat.

"Tenaga kesehatan sudah banyak yang wafat akibat Covid-19. Data terakhir pada 5 Desember 2020 menunjukkan, sebanyak 342 orang tenaga medis wafat, terdiri dari 206 dokter, dan 136 perawat. Hari ini saja ada dua dokter yang wafat karena Covid-19. Sementara sampai sekarang belum ada obat yang secara spesifik membunuh virus SARS Cov-2 penyebab Covid-19," tukasnya.

Jadi, satu-satunya harapan ya dengan vaksin yang diyakini dapat memberikan kekebalan atau antibodi tubuh sehingga diharapkan bisa menurunkan angka kematian akibat Covid-19, dan angka infeksi pun berkurang.

PB IDI sendiri sudah melakukan sosialisasi di 8 provinsi mengenai pentingnya vaksinasi.

Dukungan IDI ini, katanya, untuk masyarakat dan NKRI agar pandemi bisa dikendalikan. Kalau, BPOM sudah melakukan pengawasan dan penilaian terkait keamanan, mutu, dan efektifitas vaksin Covid-19, IDI siap bergerak.

Pemerintah sebagaimana disampaikan Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto, sudah memetakan kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19.

Ada enam kelompok prioritas penerima vaksin di akhir 2020 hingga tahun 2021. Pertama, mereka yang bertugas di garda terdepan penanggulangan Covid-19 meliputi tenaga medis, paramedis contact tracing, dan pelayan publik mencakup TNI, Polri, dan aparat hukum lainnya.

Kedua adalah masyarakat, tokoh agama, daerah, kecamatan, dan RT/RW. Ketiga, semua tenaga pendidik mulai dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Keempat, aparatur pemerintah baik di pusat maupun daerah serta legislatif. Kelima, peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekitar 86 juta orang. Keenam, masyarakat yang berusia 19-59 tahun.

Saya pribadi sih sangat mendukung adanya program vaksinasi Covid-19. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan seperti halnya ketika mendapatkan jenis vaksin yang lain seperti vaksin menginitis, vaksin DPT (Dipteri, Pertusis, Tetanus), vaksin cacar, vaksin influenza. 

Atas sejumlah vaksin itu, sejauh ini saya baik-baik saja. Yang lain baik-baik juga kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun