Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kesaksian Wartawan Palestina, Israel Membungkam Media

5 November 2020   17:29 Diperbarui: 5 November 2020   17:31 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana kondisi Palestina saat ini? Entah kapan penguasaan tanah Palestina oleh Israel akan berakhir. Entah sampai kapan pula penderitaan rakyat Palestina berubah dengan senyum-senyum kebahagiaan. Tanpa ada lagi bom-bom yang meluluhlantakkan tempat-tempat tinggal warga Palestina.

Terbayang tidak bagaimana sesungguhnya keadaan mereka? Bagaimana anak-anak yang tewas mengenaskan, bagaimana hancurnya hati isteri yang kehilangan suami, anak-anak dan keluarganya, bagaimana nestapanya mereka yang harus mengalami cacat seumur hidup?

Apakah berita-berita yang muncul di media massa yang juga kita baca tergambarkan secara utuh? Bukankah Israel membungkam media massa? Media-media Israel pun mencoba mengesankan kondisi penduduk Palestina seolah dalam keadaan baik-baik saja. 

Dengan kondisi terjajah dan blokade, memberitakan kebenaran bukanlah hal yang mudah bagi para jurnalis Palestina. Lalu bagaimana kondisi sesungguhnya di sana? 

Beruntung, Rabu (4/11/2020) siang kemarin, saya berkesempatan mengikuti bincang-bincang hangat secara online melalui aplikasi zoom dengan Busyra Jamal Ath-Thaweel, seorang wartawan perempuan Al Quds yang pernah empat kali ditawan oleh Israel.

Bushra sengaja dihadirkan oleh  Adara Relief International (Adara) -- lembaga penyalur bantuan Palestina, khususnya untuk perempuan dan anak-anak Palestina, untuk menceritakan secara kondisi riil di lapangan langsung dari mulut seorang jurnalis.

Gadis berusia 22 tahun ini mengungkapkan kisahnya dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan oleh pihak Adara. Busyra bercerita ia termotivasi menjadi seorang jurnalis berangkat dari kisah kelam yang dialsmi keluarganya sendiri yang berulang kali ditawan penjajah Israel. 

Sejak ia lahir sampai berusia 6 bulan, ayah Busyra dideportasi. Selama kurun waktu 14 tahun, ayahnya juga ditangkap 8 kali sebagai tahanan administratif. Termasuk juga ibunya.

Saat ia sakit keras, Busyra pernah menjadi tawanan Israel. Rumitnya aturan militer Israel membuatnya dan para tawanan lainnya sulit mendapatkan perawatan yang memadai. Akibatnya, tidak sedikit para tawanan yang mengalami gangguan kejiwaan karena mendapatkan perilaku yang tidak pantas selama di penjara. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Penderitaan-penderitaan itulah yang mendorongnya untuk mempelajari ilmu jurnalistik. Ia ingin mengubah kondisi para tawanan dan penderitaan keluarganya. Ia ingin menyuarakan penderitaan tersebut melalui media agar sampai ke seluruh penjuru dunia. 

Busyra lantas membentuk organisasi Aneen al-Qaid Network. Ini adalah wadah media yang peduli dengan permasalahan tawanan Palestina, yang dibentuknya usai lulus dari Modern University College di kota Ramallah pada 2013. Organisasi ini beranggotakan para mantan tawanan, jurnalis, ahli hukum, dan aktivis kemanusiaan laki-laki dan perempuan. 

Aneen al-Qaid Network pun mulai menyuarakan permasalahan Palestina sehingga membekas dalam benak dan hati umat. Entah sudah berapa banyak acara dialog dan kegiatan lapangan yang dilakukan organisasinya untuk menginformasikan mengenai kondisi dan penderitaan para tawanan. 

Melalui media massa di antaranya Al Jazeera, Al-Aqsa TV, dan media online lainnya, Busyra mengabarkan mengenai kondisi para tawanan dan penderitaan mereka di balik jeruji besi. Bahkan mereka juga melakukan kunjungan ke rumah keluarga tawanan.

"Seorang wartawan harus menyampaikan kejadian secara obyektif. Apa yang dilihat, didengar, dan disaksikan. Dengan profesi wartawan saya dapat menyaksikan pelanggaran verbal, fisik , perampasan tanah, penghancuran bangunan, rumah, dan juga perampasan kamera dan lain-lain yang dilakukan tentara Israel," ungkap Busyra.

Busyra juga bercerita bagaimana wartawan Palestina akan dihukum berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun jika memberitakan apa-apa yang terkait dengan Palestina. Entah itu mengenai tawanan, Al-Aqsa, atau apa saja yang terkait Palestina. Itu yang membuat banyak orang yang tidak mengetahui kondisi sesungguhnya Palestina.

"Hukum internasional kan tidak boleh menangkap orang atau wartawan yang memberitakan sesuatu yang benar-benar terjadi, tapi itulah yang terjadi di Palestina," ungkapnya.

Atas aktifitasnya sebagai wartawan, pihak militer Israel melakukan intimidasi kepada keluarganya agar menghentikan aktifitasnya sebagai wartawan. Pihak zionis Israel kerap membujuk untuk bekerjasama agar tidak menjalankan aktivitasnya sebagai jurnalis. 

Ketika ayah ibunya ditangkap dan  ditawan Busyra mengaku tidak diperkenankan untuk mengunjunginya. "Hal itu dilakukan Israel agar saya kapok dan jera dan tidak menjalankan profesi saya sebagai jurnalis," katanya. 

Ia juga menyayangkan terkait penangkapan dan penahannya oleh tentara Israel tidak mendapat perhatian dari asosiasi wartawan di Palestina. Bisa jadi karena tekanan dan intimidasi yang dilakukan tentara zionis.

Israel telah membunuh lebih dari 46 insan pers Palestina sejak Intifada Al-Aqsa meletus pada tahun 2000 silam. Pelanggaran Israel terhadap wartawan bertujuan untuk membungkam pers sekaligus mencegah gambar faktual tersampaikan kepada dunia.

Busyro  pun berharap media di Indonesia dapat  menjadi penyambung lidah wartawan palestina untuk menjalankan misi bersama, misi kemanusiaan  mencapai kemerdekaan rakyat Palestina.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sri Vira Chandra selaku Ketua Adara, berpendapat media berperan besar dalam penyebarluasan informasi. Tidak terkecuali selama masa perjuangan kemerdekaan Palestina. 

"Tulisan yang media buat saat ini menjadi referensi bagi generasi ke depan tentang fakta yang terjadi di Palestina. Menjadi kesempatan bagi media untuk menulis ulang sejarah yang diputarbalikan," katanya.

Adara sendiri menghimpun dukungan Indonesia untuk Palestina melalui tiga kegiatan utama yang dilakukan sepanjang tahun, yaitu sosialisasi, edukasi, dan donasi yang digalang melalui 22 komunitas binaan yang tersebar di seluruh Indonesia, Gerakan Koin, media online, dan acara-acara offline yang diselenggarakan.

Terkait pembungkaman media oleh Israel, kemarin dilaporkan Serikat Jurnalis Palestina menyampaikan Israel telah membunuh lebih dari 46 jurnalis Palestina sejak pecahnya Intifadah Al-Aqsa pada  2000, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.

Laporan tersebut diungkapkan dalam unjuk rasa yang diadakan di luar markas besar PBB di Jalur Gaza bertepatan dengan "Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas untuk Kejahatan Terhadap Jurnalis".

Tahseen al-Astal, wakil ketua serikat, meminta PBB untuk memikul tanggung jawabnya dalam melindungi jurnalis dan menuntut para pelaku kejahatan 'Israel' terhadap jurnalis Palestina. (m.hidayatullah.com, Kamis, 5 November 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun