Ketika berhenti di halte non koridor atau non-BRT yang ditandai dengan rambu berlambang bus Trans Jakarta, saya perhatikan trayek di layar kendaraan tertulis Universitas Indonesia - Lebak Bulus. Seketika saya pun langsung naik tanpa banyak bertanya.
"Bayarnya pakai kartu ya," kata petugas perempuan. Ada tiga penumpang yang naik dari halte Stasiun Tanjung Barat.Â
Mendengar perkataan petugas, saya agak ketar ketir juga karena saldo e-money saya limit. Entah berapa jumlahnya.Â
Biasanya, masih bisa bayar cash. Petugas sambil bawa mesin Electronic Data Capture (EDC) portabel dan sebundel tiket menghampiri penumpang.
Kalau kurang bagaimana, apa saya akan diturunkan? Lalu saya tempelkan kartu e-money di mesin EDC di pintu depan. Taraaa... transaksi berhasil. Alhamdulillah...
Di mesin sisa saldo saya tertera Rp1.500. Berarti saldo saya tadi Rp5000 dong. Saya jadi tertawa geli di dalam hati.
Oh iya, ini kali pertama saya naik bus Trans Jakarta D21 selama pandemi Covid-19. Jadi, saya pun heran sejak kapan bus ini berubah warna jadi biru?
Saya sih lebih suka dengan bus yang warna oranye terang karena interiornya yang keren. Setidaknya dalam pandangan saya. Bus yang oranye ini terlihat lega tapi ramping.
Kursi-kursi semua berwarna oranye. Kursi yang di depan menghadap ke depan searah jalan. Posisinya agak tinggi. Ada di kiri dan kanan. Biasanya kalau sepi saya memilih duduk di depan sambil melihat "pemandangan" dari kaca kendaraan yang lebar.
Di dekat pintu tengah, ada kursi yang saling berhadapan di sebelah kiri dan kanan. Empat di kiri dan 4 di kanan dengan jarak yang cukup lebar.Â
Kursi bagian belakang semua menghadap se arah jalan. Kursi yang paling belakang yang berjajaran posisinya agak tinggi.Â