Justeru dari adanya kolom komentar itulah yang membuat saya merasa kian dekat. Seolah-olah seperti tidak berjarak dan tidak terpisahkan. Komentar-komentar di tulisan Kompasianer lain juga sering saya baca. Kadang dengan tersenyum, kadang dengan tertawa.
Tidak hanya sekedar menulis dan membaca. Dari tulisan-tulisan di Kompasiana saya juga banyak mendapatkan ilmu dan inspirasi. Mulai dari berbahasa, berpolitik, bersosial, berkomunikasi, berpujangga, berpuisi, berkeluarga, berkarir, bepergian, dan lain-lain, dan lain-lain.
Sejak itu, saya mulai mengabaikan Facebook. Hanya sesekali membukanya. Itu pun sekedar untuk memberi like atau sedikit komentar pada postingan teman. Perhatian menulis saya tercurah pada Kompasiana.
Ketika akun saya sempat diblokir oleh Admin selama seminggu karena katanya saya sudah melakukan 5 kali kesalahan, saya sempat stres, sedih, dan kecewa.Â
Yang terpikirkan saat itu saya akan kehilangan rekan-rekan di Kompasiana. Tidak bisa lagi membaca tulisannya dan tidak bisa lagi saling berkomentar. Sampai saya dibuat tidak bergairah dan malas.
Alhamdulillah, akun saya akhirnya pulih kembali setelah secara gigih berkomunikasi email dengan pihak pengelola Kompasiana sebagaimana saran Admin. Setelah pihak pengelola mempelajari bukti-bukti yang saya lampirkan, pengelola pun menyatakan akun saya akan kembali dipulihkan.
Ah lega. Senyum saya pun mengembang, dan bersemangat lagi menulis. Terlebih setelah itu, beberapa tulisan saya menjadi Artikel Utama.
Kini, saya merasakan Kompasiasa bukan lagi sekedar media tempat mencurahkan tulisan, tetapi menjadi satu bagian keluarga besar. Ketika sehari tidak bertemu, rasanya ada sesuatu yang hilang. Seperti sayur tanpa garam. Terasa hambar.
Bagi saya, Kompasiana bukan lagi sekedar mencurahkan segala hal, tapi lebih dari itu. Ini bisa menjadi bentuk dokumentasi "perjalanan hidup" saya yang kelak bisa menjadi kenangan terindah ketika saya kian menua.
Juga menjadi ajang pembelajaran hidup saya yang saya petik dari pengalaman rekan-rekan Kompasiana dari beragam budaya, beragam agama, beragam pendidikan, beragam, pekerjaan, beragam keluarga, beragam tingkatan mulai debutan hingga maestro.
Uniknya, ilmu ini saya dapatkan secara gratis, tidak dipungut biaya (selain biaya langganan Premiun hahaha...) yang bisa saya pelajari kapan saja dan dalam keadaan apa saja.