Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Persahabatan dalam Semangkok Mie Ayam

17 Oktober 2020   20:55 Diperbarui: 18 Oktober 2020   05:04 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua kawan saya, Mardiana Makmun dan Dewi Syafrianis, mengajak saya makan mie ayam di depan kompleks rumah. Mie Ayam Permata Depok namanya. Ini adalah mie ayam terkenal sangat enak di seantero kompleks rumah, Permata Depok, Jawa Barat.

"Jam 10.30 Nana ajak kita makan mie ayam jamur di depan kompleks. Nana mau traktir," kata Dewi, tetangga jauh saya, Sabtu (17/10/2020) pagi melalui pesan WhatsApp saat kami berdua tengah belajar tahsin secara virtual.

"Kan habis tahsin ada kajian fiqih dan kajian muslimah, kenapa nggak habis dhuzur aja?" kata saya. Soalnya Sabtu lalu saya tidak sempat mengikuti karena ada kegiatan pelatihan di Bogor.

"Takut kehabisan. Mie ayam kompleks kan siang aja udah habis mak," balas kawan saya. Ya sudah, saya pun akhirnya mengiyakan, terlebih kawan saya yang akan menaktrir itu kebetulan juga ada keperluan di klinik kompleks rumah, klinik yang berdekatan dengan kedai mie ayam.

Mie ayam, makanan dari saya masih anak-anak sampai setua ini masih awet saja disajikan. Peminatnya juga kian banyak. Varian mie ayam juga bermacam-macam. Tua, muda, anak-anak hingga dewasa menyukainya.

Makanan yang memang dibawa dan diperkenalkan oleh budaya Tionghoa ini sudah dikenal lama dan bahkan sangat mudah ditemukan di mana saja.

Mie ayam memang populer dan akrab di telinga masyarakat. Kelas atas, kelas bawah, orang kota, orang kampung, pelajar, pegawai, ibu rumah tangga, semua menggemarinya, meski dalam kemasan yang berbeda.

Sudah bisa dipastikan tidak ada yang tidak mengenal mie ayam. Ada yang makannya di restoran, kafe, hotel, lapak-lapak sederhana, bahkan di pinggir jalan sekalipun. Dan, saya sudah sering makan mie ayam di beragam tempat. Di pinggir jalan pun pernah karena tergoda oleh aromanya.

Kebetulan teman saya yang menaktir ini penyuka mie ayam. Dia selalu bergairah kalau ada kawan yang menginformasikan mie ayam enak atau mie-mie yang lain semisal soto mie di wilayah kawan tinggal. Jauh juga didatangi.

Tak jarang, dia sering mengajak saya juga. "Enak lho mie ayam Roxy yang dekat stasiun Depok Baru," katanya yang ingin berbagi info makanan enak, baik melalui pesan whatsapp atau mempostingnya di Facebook.

Termasuk mie ayam jamur Permata Depok ini. Kawan saya penasaran karena dikompor-kompori enak oleh Dewi, tetangga jauh saya itu. Entah ini moment ke berapa, kami makan bersama untuk sekedar makan mie ayam.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Kami pun memesan mie ayam. Kebetulan, Nana bersama suaminya, yang juga kawan semasa saya SMP. Uniknya, suami kawan saya ini relasi kami bertiga hahaha...

Sebagaimana namanya, makanan ini perpaduan mie, irisan daging ayam, jamur, dan sayuran, yang ditaburi bawang daun. Sebagai pelengkap ditambah pangsit kering. 

Tak lupa menuangkan sambal, yang penyajiannya jadi begitu memikat perut untuk segera menyantapnya. Bagi Nana, kelezatan suatu mie ayam juga ditentukan oleh enak tidaknya sambal. 

Dengan makan mie ayam ini saya berharap hubungan persahabatan kami bisa awet seperti awetnya makanan mie ayam yang "tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan". 

Dari kami belum lahir, saya kami "setua" ini mie ayam masih terus memenuhi selera penikmatnya. Hingga bertahun-tahun kemudian, hinhga bertahun-tahun kemudian.

Saya pun berharap kami semua panjang umur seperti bentuk mie yang panjang-panjang, yang melambangkan panjang umur seperti yang diyakini budaya Tiongkok, negara mie itu berasal. Filosofi yang masih dihayati oleh orang-orang China hingga sekarang.

Tapi bagi saya, makan mie ayam bukan sekedar memahami filosofi yang mengakar di budaya Tionghoa. Lebih dari itu: persahabatan. Persahabatan di antara "kawan-kawan" dalam semangkok mie ayam.

Dalam semangkok mie ayam ini apabila dilihat isinya, ada maknanya dari masing-masing isian. Saya menggambarkan, dalam semangkok mie ayam ini ada beragam perbedaan yang menyatu menghasilkan kenikmatan dan kelezatan.

Mie, daging ayam, jamur tiram, sayur sawi, bawang daun, yang masing-masing memiliki perbedaan karakter, tapi tetap bisa menyatu seperti halnya Indonesia, seperti halnya persahabatan kami. Berbeda-beda tetapi satu tujuan. Mereka tetap bersahabat.

Mie yang mengandung karbohidrat, daging ayam yang mengandung protein, jamur yang mengandung vitamin dan mineral, sayur sawi yang mengandung banyak nurtrisi (makronutrien) dan serat, bawang daun yang mengandung vitamin, folat dan kalium, bersatu menyajikan makanan nikmat dan sehat. Begitu indah kan jalinan "persahabatan" mereka?

Seperti karakter kami masing-masing, yang saling berbeda, dengan "isi" otak yang berbeda, kelebihan dan kekurangan yang juga berbeda, tapi tidak membuat kami saling berseteru. Seperti mie ayam, kami tetap bersahabat.

Saya yang orang Sunda, Nana yang orang Lampung dan Dewi yang orang Padang, menggambarkan kebhinekaan yang membuat persahabatan kian erat.

Sesungguhnya, kami sangat jarang bertengkar, sepertinya malah tidak pernah. Kalau pun ada, anggap saja kerikil-kerikil yang justeru akan semakin menguatkan. 

Seperti halnya sambal yang terasa pedas, jika disatukan dalam mie ayam, rasanya jadi kian lezat, dan tetap habis juga disantap. Iya kan?

Jadi, siapa bilang makan mie ayam itu tidak sehat? Pertanyaan yang sama, siapa bilang persahabatan menjadi tidak sehat jika dalam perjalanannya harus melalui kerikil-kerikil yang kadang berliku?

Seperti itulah gambaran saya tentang "persabatan dalam semangkok mie ayam", juga gambaran persahabatan di antara saya dan dua kawan saya ini.

Sambil diselingi obrolan dan canda, tak terasa habis juga semangkok mie ayam. "Ternyata emang enak ya. Sambalnya juga enak," kata Mardiana yang biasa dipanggil Nana ini. Kami pun tertawa. 

Ia lantas memesan dua porsi untuk dibawa pulang. "Buat anak gue," kata kawan saya yang berprofesi seorang jurnalis ini.

Dan, kami berharap kami masih bisa makan mie ayam bersama hingga kami kian menua...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun