Ada banyak tanda waqaf. Namun yang dipelajari kali ini waqaf di akhir kalimat.Â
Jika akhir kalimat tidak berharakat sukun (mati) tetapi hidup baik karena berharakat fathah, kasrah, atau dhammah, maka huruf terakhir yang ada pada kalimat tersebut dibaca sukun (mati).
Misalnya, jika di akhir kalimat bertemu huruf "ha" dengan tanda baca fathah, kasrah, dan dhammah, maka bunyi huruf tersebut mati menjadi huruf "h" saja. Bukan dibaca "ha, hi, atau hu".
Baca juga: Belajar Tahsin, Cara Membaca Hukum Iqlab
Lalu, ketika berhenti di akhir kalimat yang berharakat sukun (mati), maka saat berhenti atau waqaf, dalam membacanya tidak ada perubahan sama sekali.
Ketika di akhir kalimat berakhiran ta' marbuthah (seperti huruf "ha" yang ada tanda titik dua di atasnya), maka membacanya dengan mengganti huruf ta' marbuthah tersebut dengan huruf ha' yang dibaca sukun (mati).
Atau pada akhir kalimat, tetapi huruf sebelum waqaf tersebut berharakat hidup, baik fathah, kasrah maupun dhammah, maka membacanya dua huruf yang terletak pada akhir kalimat tersebut dibaca sukun semuanya.
Ada juga jika di akhir kalimat, tapi sebelumnya ada bacaan mad yang huruf sebelumnya berharakat fathah, maka cara membaca kalimat tersebut adalah dengan mematikan huruf yang terletak di akhir kalimat tersebut, dengan dipanjangkan sedikit antara 2, 4, atau 6 harakat.
"Ini adalah mad 'aridh lissukun. Huruf mad yang disusul huruf bersukun karena waqaf.
Mad 'aridh bisa dibaca 2, 4 atau 6 harakat. Untuk belajar saat ini, kita menggunakan riwayat yang 4 harakat," tutur guru tahsin.
"Kadang kalau dengar murottal atau saat tarawih bulan Ramadhan, imam yang kebetulan membaca surah yang panjang, mad 'aridh dibaca 2 harakat. Dalam hal ini diperbolehkan," terangnya lagi.
Lalu, ketika berhenti di akhir kalimat, tetapi huruf akhirnya berharakat fathah tanwin, maka cara memberhentikan bacaan tersebut adalah membaca harakat fathahnya saja sebanyak dua harakat. Misalnya lafadz "salaamann" dibaca "salaamaa"