Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Intensitas Komunikasi Guru dan Orangtua Tentukan Kualitas Belajar Online

9 Oktober 2020   14:26 Diperbarui: 9 Oktober 2020   18:45 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, Kamis (8/10/2020), saya sampai rumah sore. Baju saya basah kuyup karena hujan begitu deras. Mulai saya turun dari angkot, saya sudah disambut hujan deras. Dan, saya tidak bawa payung. 

Jadilah saya berbasah-basah menuju depan minimarket di area kompleks rumah, untuk menumpang berteduh. Ternyata hujan tak kunjung reda. Lalu saya meminta anak saya menjemput karena suami belum pulang kerja. 

Dua anak saya memang menjemput saya dengan satu payung yang mengembang. Lha mengapa cuma satu payung? Bisa dibayangkan satu payung diisi tiga orang di saat hujan kian deras. Sudah bisa dipastikan baju saya kian basah.

"Bun, aku main hujan-hujanan ya," kata Annajmutsaqib, anak kedua saya. 

"Aku juga ya bun, main hujan-hujanan," timpal si kecil dengan senyum lebarnya. 

Saya pun mengizinkan. Saya tidak pernah melarang anak saya mau main hujan-hujanan. Yang penting, tidak dilakukan pas hujan turun. Tunggu beberapa menit, baru boleh. 

Jadi sepanjang perjalanan pulang saya dan anak-anak saya basah-basahan. Menembus genangan air dengan tertawa riang. 

***

"Bun, Aliya belum kirim tugas hari ini," begitu pesan dari ibu Wali Kelas yang masuk ke WhatsApp saya. Aliya adalah anak saya yang paling kecil.

"Iya Bu Nur, mohon maaf, saya baru saja sampai rumah. Aliya nggak mau didampingi kakaknya. Maunya nunggu saya pulang aja katanya. Mohon ditunggu ya bu," balas saya.

"Baik bun," katanya.

Ya begini jadinya, kalau saya ada tugas pekerjaan di luar rumah. Pembelajaran jarak jauh anak saya jadi terabaikan. Saya sih sudah minta anak saya untuk didampingi kakaknya, tapi tidak mau. Saya juga sudah minta tolong kakaknya, tetap tidak jalan.

"Adelia-nya nggak mau, ntar-ntaran mulu," lapor si kakak saat whatsapp saya.

"Aku ngerjainnya nunggu bunda pulang aja ya, pliss," timpal adiknya. 

Kalau sudah begini saya tidak bisa berbuat apa-apa. Ada saya di rumah saja, anak-anak saya ini mirip kucing dan tikus, bagaimana kalau saya tidak ada di rumah?

Tapi, syukurlah, guru Wali Kelas anak saya, bisa memahami dan memaklumi. Guru Wali Kelas anak pertama dan kedua saya yang lain juga begitu. Tidak sekali dua kali saya begini mendampingi anak mengerjakan tugas di saat sepulangnya saya kerja. Yang harusnya selesai jam 11, eh jadi mundur deh.

Termasuk sore ini. Tapi saya tidak bisa langsung meminta anak saya mengerjakan tugasnya. Saya harus membersihkan diri, ganti pakaian, makan karena lapar, minum susu panas, dan meluruskan sejenak punggung yang terasa pegal banget. Entah butuh waktu berapa lama itu?

Setelah tubuh saya terasa segar baru deh saya dampingi anak saya. Kali ini tugasnya menggambar matahari dengan permainan motif, garis, dan warna sesuai imajinasi anak. Saya hanya mengarahkan saja. Tugas pun selesai ketika terdengar adzan Maghrib.

"Ini ya bu tugas Aliya. Terima kasih bu Nur," kata saya mengirimkan foto hasil karyanya ke whatsapp ibu guru.

Tak lama guru pun membalas dengan mengirimkan foto gambar anak saya yang disertai dengan nilai. Alhamdulillah...nilainya tidak mengecewakan.

***

Saya sangat mengapresiasi guru yang memahami kondisi siswa dan orangtua yang terhambat dalam proses pembelajaran jarak jauh. Ini menandakan, guru begitu peduli dan perhatian pada perkembangan anak didiknya. 

Menandakan guru dan orangtua saling percaya. Faktor kepercayaan inilah yang bisa menjadi penentu kelancaran pembelajaran di masa pandemi. Strategi pembelajaran pun bisa diterapkan dengan baik.

Komunikasi guru yang proaktif dalam memantau siswa yang mengalami hambatan saat belajar daring sangat penting untuk mewujudkan kelancaran proses belajar dari rumah (school from home). 

Jadi menurut saya, komunikasi guru dan orang tua kini harus lebih intensif lagi. Jika biasanya hanya terjadi saat pembagian rapor atau pertemuan awal semester, kini kalau memungkinkan guru setiap hari bisa berkomunikasi dengan orang tua yang beragam.

Tanpa komunikasi ini, bisa jadi saya sebagai orangtua luput dalam memantau anak saya karena lupa atau disibukkan oleh pekerjaan saya.

Kalau bicara tentang kualitas pembelajaran maka komunikasi antara guru dan orangtua harus efektif sehingga sama-sama beradaptasi dengan kondisi seperti ini. Termasuk kondisi mental orang tua dan anak. 

Komunikasi yang efektif inilah yang harus dikembangkan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar secara daring yang optimal di tengah pandemi Covid-19. Tak hanya saat pandemi, di saat kondisi normal pun sebaiknya juga dilakukan.

Orangtua jadi ikut belajar bagaimana menghadapi pembelajaran jarak jauh. Mengutip pepatah yang dipopulerkan Roem Topatimasang, seorang pegiat eksperimen pendidikan politik kritis di beberapa pedesaan Jawa Barat dan Tengah (1988-1989), bahwa "Setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, setiap buku adalah ilmu". 

Kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Yang kita tahu anak-anak kita tetap harus belajar, berkembang dengan baik, juga beradaptasi dengan kondisi yang terjadi. Berkembang bukan berarti dengan melihat nilai yang didapatkan anak, tapi juga dengan memberi contoh karakter yang baik kepada anak-anak kita semisal tetap semangat walau tengah dihadapi pandemi Covid-19. 

Dan, komunikasi antara orangtua dan guru, juga komunikasi orangtua dan murid, menjadi penentu kesuksesan proses pjj ini. Begitu setidaknya pemikiran saya sebagai orangtua murid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun