Hari Batik Nasional ya?" tanya anak saya yang paling kecil, Fattaliyati Dhikra yang biasa dipanggil Aliya, Kamis (1/10/2020) malam menjelang tidur.Â
"Bun, emang besok"Iya," jawab saya sambil merebah. "Berarti kita harus pakai batik dong," katanya. "Boleh banget itu. Besok kita pakai batik ya," kata saya yang lantas sambil bercerita sedikit tentang batik.
Begitulah, sebelum tidur malam selalu diawali dengan obrolan-obrolan ringan. Tak lama, saya mendengar ada chat yang masuk di handphone saya.
Ternyata, dari ibu wali kelas si kecil, ia menyampaikan pesan di group orangtua, untuk memperingati Hari Batik Nasional, besok siswa diminta untuk berfoto bersama ayah/bunda dengan memakai baju batik.
"Foto bersama ayah/bunda kirim ke grup ya. Absen pukul 07.15 - 08 30. Terimakasih. Wassalam," katanya. Dan semua orangtua di dalam group menjawab, "Baik bu Nur" dan mengucapkan terima kasih.
***
Ya, hari ini, Jumat, 2 Oktober, bertepatan dengan Hari Batik Nasional. Mengapa ditetapkan pada 2 Oktober karena pada 2 Oktober 2009 atau 11 tahun yang lalu, batik ditetapkan sebagai daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO atau Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada sidang UNESCO di Abu Dhabi.
Pada naskah yang disampaikan ke UNESCO, dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan batik diartikan sebagai teknik menghias yang mengandung nilai, makna, dan simbol budaya.
Karena simbol budaya itulah, (mungkin) para siswa dan orangtua diminta ibu guru untuk mengenakan batik. Meski Covid-19 sedan mewabah dan kegiatan banyak dilakukan di rumah, bukan berarti "melupakan" batik untuk dikenakan.
Dengan memakai batik, kita sebagai orangtua diharapkan bisa lebih mendekatkan anak pada budaya bangsa ini.
Batik sendiri sudah begitu lekat dekat dengan keseharian kita. Jika dulu batik identik dengan acara resmi dan formal, sekarang tidak lagi. Batik bisa digunakan untuk beragam kegiatan.