Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cegah Perceraian dengan Perkuat Ketahanan Keluarga

4 September 2020   16:31 Diperbarui: 4 September 2020   16:21 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu viral foto antrian sidang cerai gugatan cerai di Pengadilan Agama (PA) Soreang Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dalam narasinya, "Bandung'ers, jangan terkecoh yaa, ini bukan antrian penerima bantuan sosial, tapi antrian orang-orang yang mau cerai di Pengadilan Agama Soreang..." tulis akun instagram @bandung.update. Pihak PA Soreang membenarkan hal tersebut.

Apakah benar adanya pandemi Covid-19 menyebabkan perceraian meningkat? Perlu ditelisik juga. Terlihat antri apa karena adanya pembatasan jarak atau memang yang mengajukan perceraian banyak?

Nah, kemarin, Kamis (3/9/2020), saya menemukan jawabannya saat mengikuti
Webinar Nasional bertajuk "Masalah dan Solusi Perceraian di Indonesia" yang diadakan Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (PRKP MUI) Pusat, Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama, dan Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung.

Webinar ini menghadirkan narasumber yang salah satunya adalah Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung Aco Nur. Dalam pemaparannya, perceraian dampak pandemi seperti yang viral itu tidak signifikan di Indonesia. Ya memang kenaikan tingkat perceraian tetap ada, namun itu tidak signifikan disebabkan pandemi.

"Bertumpuknya para pencari keadilan di Pengadilan Agama itu akibat PSBB dan sarana prasarana yang ada berkurang kapasitasnya, kursi berjumlah 100 tidak boleh diisi semua, maka mereka menunggu di luar pengadilan, maka terlihat menumpuk," ujarnya , Kamis (3/9/2020).

Berdasarkan catatannya, data pendaftaran perceraian (gugat maupun talak) pada Januari dan Februari meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada  Januari jumlahnya 58.554, meningkat dari 56.813 di tahun sebelumnya. 

Sementara pada Februari 2020, jumlahnya 40.472 meningkat dari 39.381 di tahun sebelumnya. Padahal pada dua bulan itu, Covid-19 belum dikatakan melanda Indonesia.

Ia tidak menampik jumlah perceraian sangat tinggi pada Juni 2020 karena mencapai 57.750. Angka ini naik drastis jika dibandingkan tahun 2019 yang hanya 37.048 perceraian. Namun Aco menegaskan, angka pendaftaran perceraian yang sifnifikan pada  Juni itu disebabkan penumpukan pendaftaran. 

Penumpukan pendaftaran karena pada Maret sampai Mei, pemerintah menerapkan PSBB dan MA ikut menjalankan itu. Akibatnya, setelah masuk era kenormalan baru dan kuota pendaftaran kembali normal, ada limpahan pendaftaran dari bulan sebelumnya.

"Jangan terpengaruh bahwa dengan Covid-19 ini masyarakat Islam mengambil langkah drastis. Efek perceraian akibat pandemi tidak besar, paling hanya dua persen. Kita bersyukur bahwa umat Islam mampu mempertahankan keluarga di tengah pandemi," tuturnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun