Namanya Agus Sudharmono. Seorang ASN di Kementerian Koperasi dan UKM. Saya biasanya memanggilnya dengan Mas Mono, dan terkadang Bos Mono. Umurnya mungkin lebih muda beberapa tahun dari saya.
Saya mengenalnya sejak Kementerian Koperasi dipimpin oleh Ali Marwan Hanan (2004). Berarti sudah 16 tahun lamanya saya berkawan. Lama juga kan?
Sejak saya mengenalnya dari awal jumpa, ia orang yang ramah, baik, rendah hati, humoris, dan suka menolong. Apa yang saya atau yang lain butuhkan dengan sigap ia membantu. Tidak heran, banyak yang menyukai gayanya dalam pergaulan. Cepat akrab dan mudah merangkul.
Kawan saya ini penyuka sambal. Hobinya makan sambal. Untung saja mulutnya "tidak pedas". Meski mulutnya dipenuhi sambal, tidak ada tuh dari mulutnya ke luar kata-kata pedas yang sepedas sambal racikannya. Hahaha...Â
Ia kerap bikin sambal sendiri. Belanja sendiri. Meraciknya sendiri. Diulek sendiri. Mengolahnya sendiri. Pokoknya serba sendiri. Ternyata kawan saya ini pintar masak juga ya. Lazimnya, memasak kan identik dengan urusan domestik perempuan, tapi di tangan kawan saya ini ah itu tidak berlaku.
Nah, sambal hasil olahannya ini kerap dibawanya dalam setiap kesempatan kongkow-kongkow bersama kawan-kawannya. Ia kerap menyebutnya dengan kegiatan "Diplomasi Sambel".Â
Ternyata, dari iseng-iseng ini, banyak yang menyukai sambal buatannya. Ia lantas iseng memvideokan proses pembuatannya.
"Saya videokan proses pembuatan sambel ini. Dari masih berbentuk bahan baku hingga sudah menjadi sambel. Iseng-iseng juga saya masukkan ke botol, seperti produk-produk sambel lainnya yang sudah ada di pasaran," cerita Darmono.
Usai video tadi diupload ke media sosial, Darmono banjir pesanan, tepatnya pada 14 Februari 2020. Sesuatu yang sama sekali tidak disangka-sangkanya.Â
"Karena banyak yang pesan, baru saya mulai berpikir untuk terjun menjadi wirausaha sambel. Iseng-iseng berbuah usaha yang lumayan untuk terus ditekuni, ucap Darmono.
Ia tak ingin sekadar mengandalkan gaji sebagai aparatur sipil negara (ASN). Karenanya, di masa pandemi Covid-19, ia memutar otak memanfaatkan keahliannya di dapur untuk berwirausaha.
Pria berdarah Madura, Jawa Timur, itu awalnya memproduksi sambel dan iseng-iseng diberi merek e'Sambelin Cak Mono. Ayah dari Alvaro itu selama ini memang dikenal pintar membuat sambel yang lezat di kalangan teman-temannya. Dengan hanya bermodal Rp500 ribu, Darmono mulai melambungkan produk sambelnya dengan brand eSambelin Cak'Mono. Â
"eSambelin itu bahasa Madura, kampung saya, yang artinya disambelin. Saya coba memadukan unsur budaya dan teknologi," ungkap Darmono.
Awalnya, kata Darmono, pesanan sambel datang dari komunitas teman-teman sendiri. Setelah dari mulut ke mulut, pesanan sambel pun datang dari komunitas yang lain. "Kuncinya ya kreatifitas, baik pemasaran maupun kualitas produk," ucap Darmono.
Soal rasa, sambel khas e'Sambelin Cak'Mono juga sudah memiliki variasi rasa. Dengan ukuran botol 150 milimeter, selain rasa sambel biasa, ada juga varian rasa teri, petai, tongkol, ikan cakalan.Â
Yang terbaru adalah varian rasa cumi. Harga yang dipatok berkisar Rp30 ribu sampai Rp 35.000 saja. Sedangkan untuk rasa cumi Rp 45.000.Â
"Bagi Reseller mendapat cashback atau diskon Rp 5.000," ungkap Darmono seraya menyebutkan dirinya mampu memproduksi sambel sebanyak ratusan botol dalam setiap pemesanannya.
Tingkat kepedasannya pun kini sudah terbagi dua, yaitu pedas asyik dan pedas bingits. "Dari 250 botol yang sudah diserap pasar, ada masukan dari yang suka yang sangat pedas dan yang tidak terlalu suka sangat pedas. Jadi, saya bikin dua tingkat kepedasan", ulas Darmono.
Meski masih didominasi pemesanan di wilayah Jabodetabek, namun pesanan sambel dari beberapa daerah di Indonesia pun mulai meningkat. "Sudah mulai banyak juga pesanan dari luar Jakarta," kata Darmono.
Soal kemasan, e'Sambelin juga kini tersedia dalam kemasan plastik yang simpel dan praktis. Namun, tetap mengutamakan unsur higinietasnya.
Ke depannya, e'Sambelin akan tetap berinovasi untuk berkembang, baik dari sisi kualitas produk, varian rasa, hingga inovasi dalam pemasaran.Â
"Wabah Corona ini sebagai ajang UMKM bisa naik kelas dengan kreatifitas, inovasi, keuletan, dan bagaimana bener-benar memanfaatkan media sosial," pungkas Darmono.
Ia menyadari, di tengah mewabahnya virus Covid-19 di Indonesia, banyak pelaku UKM yang diuji kreativitas pemasaran produknya. Salah satunya, melalui jalur dunia maya alias media sosial (medsos). Begitu juga yang dilakukan Darmono, UKM produsen sambel khas dengan merek e'Sambelin.
Darmono mengatakan, sejak maraknya virus Covid-19, dirinya memanfaatkan sarana medsos untuk mempromosikan dan memasarkan produk sambel khasnya. "Alhamdulillah, animo konsumen tetap tinggi," ucapnya.Â
Kini, eSambelin Cak'Mono sudah memiliki lima orang Reseller yang semakin melebarkan pasar hingga mancanegara. "Berkat jaringan pasar yang dimiliki para reseller, sambel saya sudah menembus mancanegara, seperti London dan Norwegia. Tak lama lagi bakal dibawa dan dipasarkan ke Belanda", kata Darmono dengan bangga.
Tak hanya itu, Darmono pun mulai meracik langkah untuk masuk ke pasar para jemaah umroh dan haji asal Indonesia. Pengalamannya saat berhaji, para jemaah kesulitan mencari sambel di Tanah Suci.Â
"Saya pun pernah menemukan sambel di Mekah, serasa menemukan emas. Itulah makanya saya berpikir untuk masuk ke pasar umroh dan haji", jelas Darmono.
Untuk itu, eSambelin Cak Mono akan hadir membuka stand di setiap acara Manasik umroh dan haji. "Saya akan jalin kerjasama dengan pihak biro travel umroh dan haji", cetus Darmono.
Pasar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hongkong pun sudah menjadi bidikan Darmono selanjutnya. "Saya yakin mereka di Hongkong sangat merindukan nikmatnya sambel khas Indonesia. Insya Allah, saya mau masuk kesana juga", kata Darmono.
Dengan memiliki dua orang karyawan, Darmono tetap menjaga kualitas eSambelin Cak'Mono dengan cara melakukan sendiri proses produksinya. Dari mulai belanja bahan baku ke pasar, memilih sambel, sampai proses membuat sambelnya.Â
"Saya masih tradisional mengolah semuanya", imbuh Darmono. Meski begitu, ia tetap menjaga unsur higienitas dari produk sambelnya. Kedua karyawannya bertugas memasukkan sambel ke botol, dengan kostum bersih dan tertutup.
Namun, untuk pemasaran, Darmono sudah memanfaatkan kemajuan teknologi melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, dan yang lainnya. "Pesanan sambel mulai banyak melalui Medsos", kata Darmono.
Darmono mengatakan, sejak awal usahanya sekitar akhir tahun lalu, dirinya banyak memanfaatkan sarana media sosial untuk mempromosikan dan memasarkan produk sambel khasnya. "Alhamdulillah, animo konsumen tetap tinggi," kata Darmono.
Dengan titik terang yang diraih dari bisnis sambelnya itu, Darmono mengajak generasi muda kalangan milenial untuk mulai berani melangkahkan kaki menjadi wirausaha pemula.Â
"Bagi saya, berbisnis itu berproses mulai dari titik nol, membuka banyak jaringan untuk pemasaran, dan menjaga kepercayaan konsumen", tandas Darmono.Â
Kemasan produk juga menjadi syarat yang tidak bisa dianggap remeh. "Kemasan itu menjadi hal penting yang tak bisa diabaikan, karena berkaitan dengan tingkat rasa estetika konsumen", kata Darmono.
Darmono berpesan, jangan membangun sebuah bisnis bila pasarnya belum terbentuk dan belum terlihat. "Langkah berikutnya adalah membangun pasar-pasar baru", ucap Darmono.
Keseriusan Darmono menekuni eSambelin Cak Mono tak bisa diragukan lagi. Terbukti, usaha sudah memiliki IUMK (ijin usaha mikro dan kecil). "Hak merek dan BPOM dalam proses pengurusan", sebut Darmono.
Oh iya, sejumlah pejabat negara sudah mencoba produk eSambelin. Sebut saja Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga atau juga Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, termasuk Andi F Noya. Dan, banyak lagi.
Inspiratif banget kan kawan saya ini. Kalau mau mencoba silakan intip Facebook dan IG kawan saya, ya. Ketik saja namanya atau nama produknya. Pasti ada!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H