"Karena banyak yang pesan, baru saya mulai berpikir untuk terjun menjadi wirausaha sambel. Iseng-iseng berbuah usaha yang lumayan untuk terus ditekuni, ucap Darmono.
Ia tak ingin sekadar mengandalkan gaji sebagai aparatur sipil negara (ASN). Karenanya, di masa pandemi Covid-19, ia memutar otak memanfaatkan keahliannya di dapur untuk berwirausaha.
Pria berdarah Madura, Jawa Timur, itu awalnya memproduksi sambel dan iseng-iseng diberi merek e'Sambelin Cak Mono. Ayah dari Alvaro itu selama ini memang dikenal pintar membuat sambel yang lezat di kalangan teman-temannya. Dengan hanya bermodal Rp500 ribu, Darmono mulai melambungkan produk sambelnya dengan brand eSambelin Cak'Mono. Â
"eSambelin itu bahasa Madura, kampung saya, yang artinya disambelin. Saya coba memadukan unsur budaya dan teknologi," ungkap Darmono.
Awalnya, kata Darmono, pesanan sambel datang dari komunitas teman-teman sendiri. Setelah dari mulut ke mulut, pesanan sambel pun datang dari komunitas yang lain. "Kuncinya ya kreatifitas, baik pemasaran maupun kualitas produk," ucap Darmono.
Soal rasa, sambel khas e'Sambelin Cak'Mono juga sudah memiliki variasi rasa. Dengan ukuran botol 150 milimeter, selain rasa sambel biasa, ada juga varian rasa teri, petai, tongkol, ikan cakalan.Â
Yang terbaru adalah varian rasa cumi. Harga yang dipatok berkisar Rp30 ribu sampai Rp 35.000 saja. Sedangkan untuk rasa cumi Rp 45.000.Â
"Bagi Reseller mendapat cashback atau diskon Rp 5.000," ungkap Darmono seraya menyebutkan dirinya mampu memproduksi sambel sebanyak ratusan botol dalam setiap pemesanannya.
Tingkat kepedasannya pun kini sudah terbagi dua, yaitu pedas asyik dan pedas bingits. "Dari 250 botol yang sudah diserap pasar, ada masukan dari yang suka yang sangat pedas dan yang tidak terlalu suka sangat pedas. Jadi, saya bikin dua tingkat kepedasan", ulas Darmono.
Meski masih didominasi pemesanan di wilayah Jabodetabek, namun pesanan sambel dari beberapa daerah di Indonesia pun mulai meningkat. "Sudah mulai banyak juga pesanan dari luar Jakarta," kata Darmono.