Ini minggu kedua saya belajar tahsin yang diadakan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Ihsan Permata Depok (kompleks rumah saya tinggal) pada Sabtu (22/8/2020) pagi. Masih secara virtual karena pandemi Covid-19 masih juga belum berlalu. Masing-masing peserta mendapat giliran waktu selama 30 menit untuk diajar oleh Ibu Zahra Faiza.
Namun, yang ingin ditekankan di sini, kata guru tahsin, adalah bagaimana belajar Alquran yang lebih diutamakan adalah kualitas daripada kuantitas. Kuantitas juga penting tapi jika tidak diiringi dengan kualitas, maka kita akan salah membaca Alquran yang berimbas pada arti yang berbeda dengan yang seharusnya.
Itu sebabnya, sebelum lanjut ke halaman berikutnya, saya kembali mengulang pelajaran sebelumnya. Agar huruf yang saya ucapkan benar dalam pelafalannya. Bagaimana gerakan lidah dan mulut yang tepat saat membaca huruf Alquran.
"Kalau bacaannya sudah bagus, baru kita pentingkan juga kuantitas. Jangan karena ingin mengejar 1 hari 1 juz atau mengejar khatam tapi dibacanya tidak benar. Ya memang semakin banyak huruf yang kita baca semakin banyak pahala juga yang kita dapatkan. Tapi yang terpenting kualitas baru kuantitas," tuturnya ramah.
Biasanya yang memiliki target-target yang berorientasi kuantitas karena juga berpikir tentang kuantitas pahala yang Allah Swt janjikan dalam hadits Rasulullah Saw:
"Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah akan mendapat satu kebaikan dan satu kebaikan berlipat sepuluh kali. Aku tidak katakan alif lam mim satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR. Tirmidzi)
Dari hadits ini, tidak salah jika orang berpikir untuk memperbanyak bacaan agar juga dapat pahala yang banyak. Sehingga kuantitas ayat yang dibaca setiap harinya yang lebih diperhatikan. Namun, sejatinya tetap juga harus diperhatikan kualitas bacaannya.
Membaca Alquran dengan mengejar target khatam dalam waktu singkat jelas bisa mengurangi kualitas bacaannya. Terlalu cepat, dan memungkinkan tajwidnya kurang sempurna," terang guru tahsin dengan tersenyum.
Karena bagi umat Islam, Alquran bukan hanya sekedar bacaan. Alquran adalah pedoman hidup yang menuntun langkah kita ke surga. Karenanya, dalam membaca Alquran kuantitas dan kualitas harus berjalan beriringan.
Jadi mana yang terbaik, kualitas dulu atau kuantitas? Ya semua terpulang pada kondisi orang yang membacanya. Kalau membaca Alquran sudah baik dan benar, maka dibarengi dengan kuantitas.
Kalau belum baik dan benar, ya tahan dulu kejar kuantitasnya. Tapi kita juga tidak perlu bersedih dan kecewa, karena dalam kondisi seperti ini saja kita akan mendapatkan dua pahala: pahala membaca dan pahala memperbaiki kualitas bacaannya.
Kalau mau iseng-iseng mensurvei, pasti akan ditemukan orang-orang yang masih sangat minim berkualitas dalam membaca Alquran. Pasti yang membaca Alquran saja belum lancar, apalagi mengenal kaidah-kaidah tajwid yang benar.
Tidak sedikit juga ditemukan orang yang mengacuhkan pentingnya membaca Alquran. Banyak keluarga Muslim yang mengabaikan pendidikan baca Alquran. Dan, itu berpengaruh pada kualitas membaca Alquran.
Â
Pasti banyaklah orang yang belum mampu membaca Alquran dengan baik dan benar. Contohnya ya saya ini. Meski saya merasa lancar membaca Alquran, tapi belum tentu berkualitas.
Tadi saja saya masih melakukan kesalahan dalam mengucapkan huruf. Ya sedikit sih, tapi tetap terdengar salah oleh guru tahsin. Tajam juga ya pendengarannya. Jadi, pengucapan saya pun diluruskan.
Oh iya, dalam belajar tahsin secara daring ini, video harus dalam keadaan hidup biar guru tahsin bisa melihat gerakan mulut saya. Tidak bisa juga hanya mendengar suara. Kalau gerakan mulut saya salah, guru tahsin akan meluruskannya.
Sebagaimana Syaikh Yusuf Al-Qardhawy mengatakan dalam bukunya "Kaifa Nata 'amalu Ma'a Al'Qurani Al-Azhim" bahwa ada etika zahir dan batin dalam membaca Al-Quran. Di antara etika zahir yang beliau jelaskan adalah membacanya dengan perlahan-lahan sambil memperhatikan huruf-huruf dan barisnya.
Allah Swt sendiri yang memerintahkan kita untuk melakukan hal tersebut. "Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan (tartil)" (QS. Al-Muzammil:4). Ini berarti dalam membaca Al-Quran tidak hanya asal membaca.
Imam Al-Ghazali jugs mengatakan membaca tartil bisa membuat kita lebih dekat kepada kemuliaan dan penghormatan terhadap Alquran, dan lebih berpengaruh bagi hati daripada membaca dengan tergesa-gesa.
Salah satu hikmah membaca dengan tartil, bisa memberi kesempatan kita untuk mentadaburinya. Mengucapkan setiap kata dalam satu ayat dengan perlahan-lahan membuat kita lebih memudahkan otak kita untuk merenungi kandungannya.
Usai belajar tahsin selama dua jam dan diselingi dengan "tausiah" yang saya tuliskan tadi, guru tahsin pun meminta saya dan peserta lainnya untuk kembali mengulang. Tidak perlu lama. Selama 15 menit juga cukup seusai shalat Shubuh atau shalat lainnya. Yang penting terus berlatih agar lidah terbiasa.
"Insyaallah...kalau sudah terbiasa bacaannya baik dan benar," katanya memberikan motivasi. Baik bu guru, terima kasih sudah mengajarkan, mengingatkan, dan memotivasi kami.
Kalau sudah baik dan benar kan tentunya akan mendorong hati kita untuk semakin ingin memahami Alquran. Hati kita akan termotivasi untuk mencari lebih banyak ilmu tentang ayat-ayat Alquran. Dan, tentu saja ini akan mempengaruhi perubahan dalam hidup kita. Bukan begitu? Begitu bukan?
Mumpung kita masih diberi napas dan kehidupan, yuk kita belajar tahsin.
Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H