Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Udang Galah Goreng dan Gulai Ikan Pedas, Kuliner Khas Siak yang Menggugah Selera

15 Agustus 2020   18:05 Diperbarui: 15 Agustus 2020   18:02 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih seputar Siak.

Ketika saya berada di Kabupaten Siak, Provinsi Riau pada 19-20 September 2018, saya diajak wisata kuliner. Wah, tentu saja saya tidak menolak. Adalah kebahagian tersendiri bisa menikmati sajian khas Siak. 

Ini menjadi agenda "wajib" dalam setiap kunjungan saya ke daerah-daerah. Terlebih jika berkunjung ke daerah tingkat kabupaten. Yang tentu saja kondisinya berbeda jika berada di kota provinsi. 

Di Siak Sri Indrapura, tidak hanya menyimpan sejarah masa lalu (Kesultanan Siak), namun juga menyimpan makanan khas Siak yang lezat. Di sini juga memiliki makanan khas yang tidak kalah uniknya dengan makanan khas lain yang ada di Indonesia.

Semuanya olahan ikan hasil tangkapan nelayan Sungai Siak, seperti udang galah, baung, patin, tapa dan langkitang, yaitu sejenis keong atau siput yang hidup dalam sungai.

Saya pun diajak ke Pondok Ikan Bakar Lapau Ajo. Letaknya sangat strategis, persis di depan Sungai Siak, yang juga berhadapan dengan taman atau turap Siak. Jadi bersantap sambil memandang sungai, menjadi keasyikan tersendiri.

Rumah makan ini didisain dengan suasana santai, dengan dinding terbuka. Beberapa meja juga ditaruh di depan sehingga kita bisa makan sambil santai. Mungkin karena suasananya ini, banyak yang berkunjung ke sini.

Katanya, ini rumah makan yang paling sering dikunjungi wisatawan dan pejabat setempat. Setidaknya ini dapat dibuktikan dari foto-foto saat para pejabat dan wisatawan mancanegara tersebut makan di Lapau Ajo, yang terpajang di dinding.

Saya bersama rombongan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) disuguhi menu pilihan ikan bakar yang ada di Lapau Ajo. Ada gurami bakar, nila bakar dan tentu saja dengan sambal atau lado hijau yang memiliki ciri khas rasa yang sangat lezat dan sangat mengundang selera.

Masakan Siak yang bercita rasa melayu memang sangat digemari wisatawan lokal yang datang ke sini.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Yang membuat saya takjub adalah sajian udang galah. Udang adalah makanan kesukaan saya, apapun itu jenisnya. Ikan juga termasuk makanan yang saya suka. Pokoknya, ditawari olahan seafood saya tidak pernah menolak. 

Udang galah ini seukuran telapak tangan saya. Lumayan besar juga ya. Karena saya penyuka udang, entah sudah berapa udang yang masuk ke perut saya. Rasanya enak banget. Dagingnya empuk. 

Udang galah goreng ini salah satu ikon makanan khas Siak. Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) adalah jenis udang air tawar yang berukuran cukup besar.

Apa keistimewaan udang galah Siak? Selain ukurannya besar, rasanya lebih pulen. "Nikmatnya luar biasa," kata dr. Zainal Abidin, anggota DJSN (periode 2014-2019). Udang galah ini dimakan dengan cara mengisapnya dengan keras lewat mulut cangkangnya.

Malamnya saya diajak makan di rumah makan di tepi Sungai Siak. Di sini banyak penjaja makanan seperti jagung bakar, es kelapa muda, dan aneka makanan laut.

Kami pun diajak ke Resto SS Asam Pedas Profesor yang berlokasi di jalan Indragiri, Kampung Rempak Sri Indrapura. Di sini, saya dapat berduduk santai sambil bercengkrama menikmati keindahan gemerlap lampu Jembatan Siak. Menikmati makan di tepian Sungai Siak menjadi bumbu penambah selera makan.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Ada yang unik dari sajian kali ini. Ada cerek teko berwarna emas. Teko ini ternyata bukan berisi air minum, melainkan air mentah untuk cuci tangan. Tadinya saya pikir air minum teh hangat, setelah dipertegas oleh relasi saya, kalau itu buat cuci tangan. Saya baru menemukan keunikan seperti ini.

Di sini, kami disajikan menu khas melayu yang bercita rasa asam dan pedasnya benar-benar membangkitkan selera makan. Menu andalan di resto SS ini sebagaimana namanya adalah asam pedas profesor dan gulai ikan asam pedas, dengan daging yang empuk dan bumbu rempah khas melayu.

Sayang, karena malam, saya tidak bisa melihat keindahan sungai Siak kecuali lampu yang gemerlap yang bergantungan di jembatan Siak. Berulang kali saya foto, hasilnya tidak bagus.

***

Untuk bisa sampai di Kabupaten Siak dari Pekanbaru, butuh waktu perjalanan sekitar 2,5 jam hingga 3 jam. Itu untuk kondisi normal. Dalam arti tidak berhenti-henti atau mampir-mampir.

Perjalanan ke sana sebenarnya tidak macet pada Rabu (19/9/2018). Jalanan justeru lengang, terlebih lebar jalanan cukup luas. Truk-truk yang melintas pun sangat jarang. Kendaraan minibus juga bisa dihitung jari. Jalur yang dilalui melewati jalan lintas timur Pelalawan, Minas, Maredan dan Perawang.

Pemandangan di kanan kiri jalan didominasi oleh kebun-kebun kelapa sawit. Ada juga tanaman-tanaman yang lain. Di pinggir-pinggir jalan sepi penjual. Tidak terlihat warung-warung di sepanjang jalan. 

Rumah antarpenduduk pun jaraknya juga cukup jauh. Saya jadi membayangkan bagaimana kalau malam? Pasti menyeramkan. Kalau ada peristiwa kejahatan, apakah tetangga di sekitar situ mengetahui secara jarak antarrumah cukup jauh?

Meski kondisi jalanan bisa dibilang mulus, namun cukup berliku juga. Kadang menanjak, kadang menurun. Kadang berkelok, kadang lurus. Alhamdulillah-nya supir yang membawa kami sudah terbiasa. Ini mobil yang dirental oleh relasi saya. 

Selama perjalanan saya tidak tidur meski saya mengantuk. Rasanya sayang saja melewati perjalanan di daerah lain harus dilalui begitu saja. Saya terus mengamati pemandangan di kiri kanan saya sambil merekamnya di memori saya.

Saat pulang dari Siak ke Pekanbaru, saya pun berkesempatan berfoto di Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah -- nama permaisuri Sultan Kesultanan Siak terakhir, Sultan Syarif Qasim II. Namun orang lebih sering menyebutnya dengan jembatan Siak.

Jembatan yang menjadi kebanggaan warga Siak ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Agustus 2017. Jadi ketika saya ke sini, jembatan baru berusia 1 tahun. Jembatan ini dibangun dengan tujuan memperlancar transportasi Siak-Pekanbaru sehingga terdapat jalur alternatif melalui darat di samping melalui sungai.

Di atas jembatan berdiri dua menara setinggi masing-masing 80 meter yang dilengkapi dengan 2 buah lift untuk menuju puncak menara. Nah dari puncak inilah kita bisa melihat secara keseluruhan keindahan Kota Siak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun