Pagi ini, Sabtu (15/8/2020), setelah tertunda sekian bulan akibat pandemi Covid-19, akhirnya pembelajaran tahsin pun dimulai. Ya tentu saja secara daring. Saya dan beberapa peserta yang tinggal di kompleks yang sama pun standy dari jam 6 pagi. Pembelajaran dijadwalkan berlangsung selama 2 jam.
Seperti halnya belajar dari rumah yang diikuti para siswa, belajar tahsin dari rumah pun dihadapi sejumlah kendala. Terutama menyangkut kualitas jaringan yang kurang ok. Suara pengajar juga naik turun, belum lagi timbul tenggelam, dan suara yang mantul.
Saya tidak tahu apa penyebabnya. Apakah dari kualitas jaringan WiFi di rumah saya, hp saya, atau dari peserta lain? Tapi sepertinya, keluhan semua peserta sama.
Sebagaimana para siswa lainnya, meski kondisi "di lapangan" kurang kondusif, peserta tahsin yang semuanya perempuan, lebih tepatnya, para ibu, tetap antusias mengikuti arahan yang disampaikan guru tahsin, ibu Zahra Faiza.
Ketika saya tanya apakah memungkinkan untuk belajar secara tatap muka mengingat pesertanya tidak sampai 30. Bukankah batas maksimal berkerumun dibatasi hingga 30 orang?
Namun, guru tahsin bilang belum memungkinkan karena yang namanya belajar tahsin kan disertai dengan setoran bacaan, dan itu berarti harus saling berhadapan dengan jarak cukup dekat. Meski sama-sama memakai masker dan face shield, tetap saja beresiko
"Apalagi kan kasus Covid-19 sekarang tanpa disertai dengan gejala atau OTG. Kita kan nggak ingin saya atau ibu-ibu terkena Covid-19 karena kan dikhawatirkan menulari ke yang lain, ke anak-anak kita atau keluarga kita," katanya.
Ya memang sih yang namanya belajar bersama guru idealnya lebih enak secara tatap muka karena kesalahan-kesalahan bisa diperbaiki secara langsung dan jelas. Tidak ada kendala seperti dilakukan secara daring. Tapi apa boleh buat, tiada rotan akar pun jadi.
Istilah tahsin sendiri sudah tidak asing lagi didengar oleh mereka yang selalu berusaha memperbaiki bacaan Alquran. Karena ternyata, meski saya sendiri sudah merasa "lancar" membaca Alquran, bukan berarti apa yang saya baca itu dibaca dengan "baik dan benar".
Seperti halnya kita belajar bahasa Inggris, salah penulisan, salah pengucapan, ya berarti juga salah dalam pemaknaan. Bukan begitu?