Ini masih berkaitan dengan status zona orange yang disematkan pada Kota Depok. Meski sudah tidak berada lagi di zona merah, bukan berarti Kota Depok aman dari penularan Covid-19.
Karena berdasarkan data Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Pemerintah Pusat, Kota Depok menjadi satu-satunya kota di Provinsi Jawa Barat dengan laporan kasus positif tertinggi, yaitu mencapai 1.456 kasus.
Angka ini sepertinya bertambah setelah saya mendapat kabar dari beberapa group -- yang saya menjadi anggota di dalamnya, kalau Kota Depok kembali "memakan" korban. Informasi ini dari kemarin beredar di hp saya.
Lalu saya cek kebenarannya pagi ini. Dan saya dapati korbannya yaitu pegawai supermarket Giant di Mal Margo City, Depok, Jawa Barat. Setelah ia melakukan pengecekan mandiri, ia ternyata terkonfirmasi positif Covid-19. Akibat temuan ini, 75 karyawan di supermarket itu harus menjalankan isolasi mandiri dan menjalankan tes usap.
"Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok sudah menginvestigasi temuan kasus positif di Giant Margo City. Dari investigasi ada 75 karyawan kontak erat dengan karyawan positif itu," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris, Rabu (12/8/2020).
Ia lantas meminta warga untuk mewaspadai potensi terjadi penularan pada lingkungan keluarga di rumah. Alasannya, karena pergerakan warga Depok di wilayah Jabodetabek sudah cukup tinggi yang berpotensi memunculkan klaster baru.
Pelonggaran aktivitas di masa pandemi Covid-19 nyatanya memang menyebabkan penambahan kasus positif. Di pikiran banyak orang, fase new normal, ya fase yang tidak beda jauh saat sebelum Covid-19 merajalela. Padahal Covid-19 masih terus membayangi.
Lihat saja, masih banyak yang berkerumun dan tak ada jarak. Masih banyak yang ke luar rumah meski bukan untuk urusan yang penting-penting banget. Masih banyak juga yang cuek tidak pakai masker. Masih banyak terlihat anak-anak bermain di luar rumah.
"gw gak pernah ada wfh.....nyantai ajaaaa.... yg lain kan rumahnya jauh2 juga pada nyantai..." Begitu kata teman semasa SMA saya (SMAN 1 Depok) saat membahas Kota Depok yang masih belum aman.
Dalam percakapan di group seolah-olah dia tidak merasa takut dengan Covid-19. Apa memang kita tidak perlu takut? Khawatir sih boleh saja, tapi takut jangan?
Teman SMA saya yang lain karena ketakutan terpapar Covid-19, memutuskan naik kereta jam 4.47 dari Stasiun Depok Lama untuk menghindari antrian dan tidak bersentuhan fisik dengan orang lain. "Ih kan gue jadi parno," katanya. Terlebih ia memiliki anak-anak yang masih usia SD.
Teman saya di group lain -- yang semua anggotanya warga Kota Depok, meminta Pemkot Depok serius menangani lonjakan kasus positif Covid-19 meski sekarang berada dalam zona orange (resiko penularan sedang).
"Harus ada langkah serius dari pemerintah menangani lonjakan kasus positif di Kota Depok," kata kawan dalam satu komunitas "Peduli Kanker Depok".
Abang saya yang tinggal di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, berpandangan warga selama ini menghadapi sendiri situasi sulit di masa pandemi Covid-19. Keabaian pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 juga berdampak pada keabaian warga menjalankan protokol kesehatan.
"Kita yang tanggung sendiri konsekuensi pelonggaran PSBB. Tidak patuh protokol kesehatan, kita yang disalahkan. Pemerintah sudah benar melindungi kita belum? Jangan apa-apa kita yang disalahkan," tukasnya.
Kalau menurut saya, Pemkot Depok sih sebenarnya sudah cukup serius menangani penyebaran Covid-19, cuma tinggal keseriusan warganya saja untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang sering disosialisasikan.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok juga semakin mengintensifkan Gerakan Bermasker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan, melalui peran kecamatan dan kelurahan.
Pemkot Depok juga sudah menghidupkan Kampung Siaga Covid-19 (KSC) berbasis Rukun Warga (RW) dalam membantu upaya pencegahan penularan Covid-19. Terbukti, Ketua RT beserta istri di tempat tinggal saya selalu rutin menginfokan perkembangan terkini terkait Covid-19 disertai dengan sejumlah himbauan sebagai pengingat diri.
Belum lagi program Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS) dalam upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 pada RW yang termasuk memiliki risiko penularan tinggi.
Kita sebagai warga juga harus sering-sering membaca perkembangan Covid-19. Bukan untuk menakut-nakuti, tetapi agar kita kian waspada. Kalau perlu, tidak sungkan untuk bertanya kepada Ketua RW dan Ketua RT tempat kita tinggal.
Peran serta kita sebagai warga begitu penting dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Kalau mengutip istilah "sadari" atau "periksa payudara sendiri" untuk mendeteksi dini kanker payudara, maka warga Depok juga harus "sadari" alias "sadar diri sendiri".Â
Jadi, ketika kita usai beraktivitas di luar rumah, kita harus segera membersihkan diri atau mandi. Kita tidak menyentuh apapun sebelum mencuci tangan dengan sabun atau handsanitizer. Termasuk menghindari kontak dengan anak-anak dan lansia.
Saya sendiri kalau berkunjung ke rumah otangtua saya, seusai saya beraktifitas di luar rumah, tidak pernah saya cium tangan dan cipika cipiki (cium pipi kakan cium pipi kiri) seperti biasanya. Mengobrol pun saya tetap memakai masker dan face shield.Â
Apa yang saya lakukan ini bukan karena saya tidak hormat dan sayang. Justeru karena saya sayang pada orangtua, maka saya sebisa mungkin menghindari agar orangtua saya tidak terpapar Covid-19.
Yang terpenting lagi saling mengingatkan di antara anggota keluarga agar patuh menerapkan protokol kesehatan yang harus dilakukan ketika di luar rumah.
Untuk warga Depok (dan warga kota lainnya), bagaimana, apakah sependapat dengan pemikiran saya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H