Siapa yang tidak kenal dengan tokoh proklamator kita, bapak Muhammad Hatta, yang akrab disapa dengan Bung Hatta. Bersama Bung Karno, kedua tokoh bangsa ini mendeklarasikan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Lelaki yang lahir di Bukittinggi pada 12 Agustus 1902, ini juga dikenal sebagai pahlawan, negarawan, ekonom. Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, ini juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia karena kiprahnya dalam mendorong kemajuan koperasi di Indonesia.
Pada 16 November 1934, Bung Hatta diasingkan ke Boven Digoel. Hatta sudah dianggap berbahaya sejak masih kuliah di Belanda. Ia tidak sendiri karena banyak juga tokoh nasional yang di penjara di sini. Sebut saja Sutan Sjahrir. Ada juga Sayuti Melik, Ilyas Yacub (tokoh Permi dan PSII Minangkabau).
Tokoh-tokoh pergerakan nasional itu dianggap musuh pemerintah kolonial Belanda karena membangkang dan dinilai berbahaya dalam pergerakannya. Selama bertahun-tahun, Hatta harus merasakan hidup di pembuangan.
Tokoh proklamator ini "berbaur" bersama 1.300 tahanan lainnya. Saat dibuang Bung Hatta minta untuk dibawakan juga delapan peti buku miliknya.Â
Waktu itu, Bung Hatta bilang dirinya boleh diasingkan tapi dengan syarat delapan peti buku miliknya harus ikut dibawa. Meski di penjara, Bung Hatta terus menyampaikan pemikiran-pemikirannya melalui tulisan.
Kabupaten Boven Digoel memang istimewa, terutama di kota Tanah Merah yang juga menjadi ibukota dari kabupaten ini. Kota ini menjadi saksi sejarah. Di sinilah para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia diasingkan dan ditawan oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Lokasi penjara ini berdekatan dengan Kantor Polres Boven Digoel. Kalau melihat ada Monumen Mohammad Hatta dengan tangan yang menunjuk ke arah tanah, nah itu artinya kita sudah berada di area pengasingan ini.
Di bagian bawah patung Hatta terdapat tulisan "Ke mana kita dibawa oleh nasib, ke mana kita dibuang oleh yang berkuasa, tiap-tiap bidang tanah dalam Indonesia ini, itulah juga Tanah Air kita. Di atas segala lapangan tanah air aku hidup, aku gembira. Dan di mana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang tersimpan dalam dadaku" (Bung Hatta).
Menurut penjelasan petugas di sana, pada 1926, Dewan Hindia Belanda membuat penjara pengasingan bagi tahanan Indonesia yang dianggap melawan pemerintahan kolonial. Penjara tersebut dibuat di selatan Papua, tepatnya di berantara Boven Digoel.