Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Bercengkrama" dengan Bekantan

26 Juli 2020   13:44 Diperbarui: 26 Juli 2020   14:34 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami pun diajak oleh petugas di sana melihat lebih dekat para bekantan makan pisang. Ini hanyalah makanan sampingan. Makanan utamanya ya daun-daun pohon mangrove atau juga pucuk bakau (Rhizophora racemosa) yang tumbuh subur di KKMB ini.

Pemberian makanan dilakukan pagi dan sore hari. Biasanya, bekantan yang senang hidup berkelompok itu akan mendatangi 'meja makan' sekitar jam 9 pagi dan 3 sore waktu setempat. 

Saat kelompok bekantan ini makan akan terlihat aksinya yang unik, sebagian makan, sebagian lagi mengawasi sekitar. Ada tradisi unik saat menyantap makanan tambahan ini.  Yaitu membiarkan anggota kelompok kecilnya makan terlebih dahulu. Sementara, ketua kelompoknya mengawasi keadaan sekitar guna memastikan tidak ada gangguan.

Pengunjung bisa melihat dari jarak cukup dekat, tapi sebaiknya jangan terlalu dekat kalau ingin memotret karena ternyata hewan ini termasuk pemalu. Bekantan menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 ekor. Begitu penjelasan petugas. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Di Indonesia, bekantan ini satwa yang dilindungi Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Bagi pelanggar, akan dipidana dengan kurungan paling lama 5 tahun dan denda Rp100 juta. Bekantan juga masuk dalam daftar CITES Apendix I atau tidak boleh diperdagangkan. 

Menurut penjelasan petugas, pengembangan kawasan ini hasil inisatif dari Walikota Tarakan, yang saat itu, dijabat Yusuf Serang Kasim. Peresmiannya sendiri dilakukan pada 5 Juni 2003. 

Kawasan ini selain berfungsi sebagai paru-paru Kota Tarakan juga sebagai benteng hijau untuk melindungi kota dari abrasi. Waktu itu, hanya ada dua bekantan yang mendiami kawasan ini.

Dijelaskan, si monyet hidung panjang ini hanya bisa hidup di hutan mangrove karena ya makanan utamanya daun mangrove. Saya tidak tahu apakah selama kawasan seluas 22 hektar itu berdiri daun-daun mangrove apakah pernah habis? Sayang, saya tidak menanyakan hal ini karena terpukau oleh perilaku para bekantan yang hewan asli Indonesia ini.

Yang jelas, kata petugas, agar bekantan ini tidak punah, maka kita harus menjaga mangrove. Seperti halnya yang sudah dilakukan para pendekar mangrove leluhur kita. Jangan sampai, apa yang sudah diperjuangkan menjadi sia-sia. 

Hutan bakau sendiri sangat penting. Selain sebagai makanan pokok Bekantan, juga untuk menghindari terjadinya abrasi pantai, yang jika ini terjadi akan membuat beberapa daratan menghilang ditelan air. Manfaat lainnya sebagai penghalang alami untuk mengurangi dampak gelombang tsunami,  dan sebagai zona penyangga untuk mencegah intrusi air laut ke sumber air tawar di dekatnya, dan masih banyak lagi manfaat lainnya.

Sayang, kami di sini tidak lama. Tidak sampai 1 jam karena harus mengejar penyeberangan ke Tanjung Selor. Kelak, kalau ke sini lagi, saya akan "bercengkrama" dengan bekantan sepuas-puasnya. Tunggu saya ya bekantan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun