Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Glamping" di Herman Lantang Camp, Kemping Rasa Hotel

25 Juli 2020   15:46 Diperbarui: 25 Juli 2020   15:40 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini masih tentang edisi saya yang kangen liburan. Mengulang kembali memori masa lalu. 

.

Pada Sabtu (14/12/2019), saya diajak kemping oleh suami dalam rangka ulang tahun ke-55 Mapala UI (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia) di Herman Lantang Camp, Curug Nangka, Bogor. Kebetulan waktu suami masih kuliah di UI, ikut menjadi anggota Mapala dengan nomor keanggotaan "Boiy M-580". Saat itu "peminatan" suami adalah panjat tebing dan penelusuran gua-gua (carving). 

Semula saya tidak ingin ikut, tapi ternyata ketika ditawari, anak-anak berminat ikut dan meminta saya untuk ikut juga. Terpaksa rencana saya berkumpul dengan teman semasa kuliah seangkatan saya terbatalkan.

Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh (dari Depok butuh waktu sekitar 4 jam, itu termasuk makan, shalat Ashar dan Maghrib), yang juga cukup menegangkan karena jalanan yang sempit dan gelap, ditambah hujan, sampai juga di sini. Nyaris tersesat karena mengikuti arahan google maps.

***

Sudah pernah kemping di Herman Lantang Camp yang berada di Desa Warung Loa, Kecamatan Tamansari, di kaki Gunung Salak, Bogor? Kalau belum pernah coba deh sekali saja ke sini. Ngetenda di sini serasa tidak kemping, meski tidur di tenda tapi beralaskan kasur yang empuk.

Kalau bahasa kekinian disebutnya "glamping". Kependekan dari "glamour camping" alias berkemah dengan fasilitas "glamour" layaknya di hotel. Jadi kita tetap bisa tidur lelap di kasur lengkap dengan bantal dan selimut meski di dalam tenda.

Aliran listrik juga tersedia, jadi tidak perlu khawatir ketika daya handphone sekarat. Ya tinggal nge-charge saja. Ada toiletnya juga lho yang cukup memadai. Setiap tenda dilengkapi toilet di luar. Jadi tidak bingung lagi harus buang hajat atau mandi.

Setiap tenda ada balkon dan tempat duduk dari tumpukan wadah botol yang tersusun rapi. Jadi bisa makan atau ngobrol di luar. Meski disiapkan sarapan pagi, mau masak sendiri juga boleh. Minum kopi, minum teh gratis. Disediakan secara percuma.

Yang lebih asyik lagi, ya ada mushola. Meski ukurannya tidak terlalu luas tapi cukup memadai untuk shalat di sini. Shalat di dalam tenda juga masih memungkinkan juga sih karena ukuran tenda yang cukup luas. Pokoknya berkemah di sini tidak ribet.

Saya perhatikan ada sekitar 30 tenda di area ini. Tenda yang saya inapi muat untuk lima orang. Itu pun masih ada cukup ruang untuk menyimpan barang-barang. Ketika saya sampai di sini, dua kasur busa, berikut bantal dan selimut sudah tertata rapi.

Harga saat itu sekitar Rp 675.000 per tenda dengan kapasitas 4 orang termasuk tiket masuk Taman Nasional Halimun Salak. Saya belum tahu tarif yang terbaru. Tapi ada harga khusus bagi anggota Mapala UI. Saya tidak tahu apakah saat itu, suami mengajak kemping di sini bayar atau tidak.

***

Dokpri
Dokpri
Ada apa di Herman Lantang Camp? Kalau bagi anggota Mapala UI atau mapala kampus lain, mungkin bukan nama yang asing lagi, mengingat Herman Lantang adalah seorang maestro di dunia penggiat alam dan pendakian gunung, yang juga sesepuh Mapala UI. Ia yang bersama Soe Hok Gie mencetuskan terbentuknya Mapala UI pada 12 Desember 1964 (waktu itu bernama Mapala Prajnaparamita).

Oh iya, akses ke Herman Lantang Camp ini cukup mudah. Tak begitu jauh dari area parkir Taman Nasional Halimun Salak dengan patokan Jeep warna coklat di kanan jalan. Dari situ tinggal jalan kaki melewati jembatan bambu sampai ada papan penunjuk arah menuju tangga ke area penginapan. 

Di sini, kita dapat pula melakukan trekking di hutan yang rimbun dan hijau. Tak jauh dari sini terdapat tiga curug eksotis: Curug Nangka, Curug Daun dan Curug Kaung. Ketiga curug ini ketinggiannya mencapai 20-30 meter. Tidak begitu jauh dari Herman Lantang Camp. 

Kita juga tidak akan tersesat karena sudah ada papan petunjuk yang mengarahkan. Jadi tinggal berjalan kaki saja. Ya hitung-hitung olahraga sambil melihat pemandangan yang menyejukkan mata. Pasti betah deh berlama-lama di sini.

Saya dan anak-anak pun menyusuri Curug Nangka. Jaraknya hanya sekitar 300 meter dari penginapan. Untuk ukuran saya sih itu dekat. Jalan kaki sekitar 10 menit tanjakan tangga dan 5 menit menyusuri sungai, sampai deh di Curug Nangka.

Sambil berkeliling menikmati arus air yang mengalir dari curahan air terjun, saya dan anak-anak tidak lupa mengabadikan moment ini. Jepret sana, jepret sini. Airnya begitu dingin, tapi anak-anak begitu menikmatinya. Banyak keluarga lain juga ikut berendam di air terjun.

***

Dokpri
Dokpri
Entah kapan saya terakhir ke sini. sepertinya saat masih pengantin baru. Berarti sekitar 16 tahun lalu (hmmm...apa iya?). Karena suami anggota Mapala UI, jadi saya selalu diajaknya "jalan-jalan" ke gunung atau bukit atau air terjun. Pokoknya yang bernuansa alam. Dan, kebetulan juga saya suka suasana alam, terutama pantai.

Seingat saya, ketika saya ke mari untuk pertama kali, perjalanan mengitari Gunung Halimun Salak, Bogor, cukup menguras energi. Jalanan setapak yang dilalui begitu licin, terlebih jika hujan. Saya beberapa kali tergelincir karena tanjakan atau turunan yang curam, tapi selanjutnya sih enjoy.

Sekarang, ternyata penampakannya berbeda. Lebih "bersahabat". Entah sejak kapan. Jika dulu jalanan berbatu dan bertanah, sekarang jalanan setapaknya bersemen, rata, dan mulus sehingga memudahkan orang untuk tracking. Napas jadi tidak saling memburu. Anak-anak, bahkan orang tua sekalipun  aman dan nyaman menyusurinya.

Jika dulu waktu kemping tidak banyak pedagang, sehingga untuk makan saja harus memasak dengan membawa peralatan dan persediaan sendiri, sekarang tidak lagi. Nyaris di sepanjang jalan setapak berdiri warung yang menjajakan aneka gorengan, mie instan, minuman, dan banyak lagi. Namun tetap terjaga kebersihan dan kerapiannya.

Wah pokoknya benar-benar berubah tanpa harus merusak keindahan alam dan segarnya udara pegunungan. Semula ketika kemarin diajak ke sini, saya sudah membayangkan rasa lelah yang bercampur keringat plus napas yang tersengal-sengal. Eh ternyata tidak.

******

Dokpri
Dokpri
Sebelum pamit meninggalkan Herman Lantang Camp, saya dan anak-anak berkesempatan berfoto bersama opa Herman Lantang, si pemilik the camp. Duduk mendampingi sang isteri tercinta yang setia menemaninya.

Opa Herman Lantang adalah salah satu pendiri Mapala UI dan pernah menjabat sebagai ketuanya pada 1972 -- 1974 (tahun ini sih suami saya belum lahir). Opa juga mantan Ketua Senat Fakultas Sastra UI pada tahun 60-an.

Kalau seingat saya sih saya baru pertama kali bersua dengan sahabat Soe Hok Gie ini. Kalau suami saya mungkin sudah sering karena setiap Mapala UI berulang tahun (12 desember) si opa sering menghadirinya. Dan mungkin juga sering melakukan aktifitas pendakian bersama secara sesama Mapala ui.

Oh iya, di pangkuan si opa, almarhum aktivis UI Soe Hok Gie menghembuskan napas terakhirnya di puncak Mahameru, Gunung Semeru, Jawa Timur pada 1969. Peristiwa ini menjadi bagian cerita dan antiklimaks dari film berjudul 'Gie'.

Di hari tuanya, opa yang pensiunan dari perusahaan minyak asing akhirnya memilih mengelola Herman Lantang Camp bersama Joyce Moningka, isteri tercintanya. Meski kini ia berjalan harus dibantu dengan tongkat karena faktor usia dan sakit, namun ia selalu tetap ceria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun