Pengujian ke dua minyak atsiri ini sebagai bahan desinfektan aerosol menunjukkan kemampuan antivirus yang kuat yaitu mampu membunuh lebih dari 95% virus dalam waktu paparan 5-15 Menit (Usachev, 2013). Â
Banyaknya publikasi serta fakta empiris terkait minyak eucalyptus sudah digunakan secara turun temurun sebagai pengobatan alternatif untuk flu dan gangguan pernafasan tentunya menjadi pendukung dari inovasi yang dilakukan oleh Balitbangtan. Â
***
Menurut saya, informasi bahwa dari hasil pengujian in vitro, Â minyak eucalyptus memiliki potensi menetralisir virus corona seharusnya ditangkap oleh lembaga lain yang lebih kompeten untuk melakukan pengujian klinis pada manusia atau pasien Covid-19.
Mengapa harus lembaga lain yang lebih kompeten? Karena uji klinis harus dilakukan oleh tim dokter, bukan dari Kementerian Pertanian. Untuk kasus uji klinis harus diketuai oleh Dokter spesialis Paru mengingat produk tersebut berkaitan dengan pernapasan. Balitbangtan tidak punya wewenang dan kompetensi melakukan uji klinis.
Saat ini tawaran untuk uji klinis "baru" datang dari Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Indonesia (UI).
Dengan adanya uji klinis, diharapkan peluang bangsa kita bisa lebih cepat menemukan obat atau teknologi penanganan Covid-19. Â Memang butuh tekad dan semangat untuk saling bersinergi demi kemajuan bangsa ini. Kita dukung saja selama memang itu demi kepentingan masyarakat banyak. Kalau saya sih tidak "menyalahkan" Kementerian Pertanian. Apakah yang lain juga berpandangan sama dengan saya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H