Bagaimana peminatnya tidak beralih ke angkutan umum massal. Perbandingan tarifnya saja lebih murah dengan fasilitas yang cukup memadai yang ditawarkan TransJakarta.
Dengan tarif Rp 3.500 (bahkan ada yang gratis seperti yang saya sering naiki) masyarakat sudah nyaman: AC, bersih, ada jalur khusus, dan bisa pindah rute tanpa harus membayar lagi sambil keliling-keliling Jakarta. Dibandingkan dengan metromini, jelas bedalah. Belum lagi "todongan" pengamen dan pencopet yang menyaru jadi penumpang. Bikin jantung dag dig dug kencang.
Posisi metromini yang kian terimpit menyusul Pemprov DKI Jakarta lewat PT Transportasi Jakarta --badan usaha milik DKI Jakarta, yang terus memperbarui dan menambah halte. Koridor juga diperbanyak. Belum lagi kenyamanan yang ditawarkan ojek online dengan beragam fiturnya.
Dengan banyaknya pilihan moda transportasi di Jakarta apakah keberadaan metromini akan terus ada? Apakah dengan kondisi yang semakin lapuk dan usang termakan zaman metromini tetap melenggang di jalanan?
Ya begitulah kehidupan kian keras. Jelas saya harus bersyukur karena saya tidak harus "banting tulang" untuk menghidupi keluarga saya. Saya hanya bisa berdoa dan memberikan semangat: Selamat bekerja (kembali)
Senja pun kian larut, dilalui demi banyak perut, meski dahinya yang kusam berkerut, tak terlihat wajahnya cemberut, oleh lelah yang kian carut marut...