malam begitu buta, tapi perempuan itu tetap pergi ke kota, inginnya menyusuri bibir pantai kuta, yang nun jauh di pulau dewata, mencoba hilangkan luka yang tercipta, dari rasa yang telah berdusta.
dia terdiam tak banyak kata, ke manakah ketulusan cinta? sekian lama jiwanya terlunta, kandas sudah cita-cita, "antara aku dan dia: ah bukan kita!" lantas untuk siapa kau dicipta?
tubuhnya bersandar pada dinding kereta, perlahan di sudut mata mengalir delta, tangisnya pecah melantunkan gita, menyuratkan sisi lemah wanita, namun tetap terlihat jelita.
"aku tak takut kehilangan harta, tak peduli harus turun tahta, tak penting merendah kasta, tak banyak yang aku pinta, kita sudahi saja cerita," suaranya terdengar menderita, oleh suara hati yang saling bersengketa.
hatinya kian meronta, saat ia tuliskan puisi dengan tinta, menggoreskan sisi lain fakta, bahwa rasanya kian menggurita, "selamat tinggal nista, aku ingin bersukacita," bisiknya kala terasa melaju kereta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H