Sebelum diberlakukannya "new normal" berkali-kali saya membatalkan diri ikut rapid test meski sudah mendaftar. Saya khawatir saja. Begitu banyak kekhawatiran di benak saya.Â
Khawatir saat dalam perjalanan saya terpapar Covid-19 mengingat perjalanan saya tempuh dengan menggunakan kereta commuter line. Belum pulangnya. Yang saya tahu, tren penularan Covid-19 di kereta cukup tinggi.
Kekhawatiran lainnya, takut saat rapid test sarung tangan yang digunakan petugas bukan sekali pakai. Saya mana tahu "tertular" dari orang yang mana kalau petugas tidak mengganti sarung tangan setiap akan mengambil sampel darah orang yang akan dirapid test.
Saya juga khawatir kalau hasil rapid test ternyata "reaktif". Saya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Membayangkan dirawat di rumah sakit tapi berjauhan dengan keluarga. Tidak ada yang menjaga. Belum lagi keluarga yang juga harus diperiksa. Seperti kejadian dari berita-berita yang saya baca. Sama seperti kekhawatiran yang dirasakan banyak orang. Termasuk kawan-kawan saya.
Kekhawatiran selanjutnya karena saya memiliki riwayat penyakit keganasan (kanker), yang katanya, rentan terpapar Covid-19, termasuk lansia, orang yang memiliki penyakit komplikasi, dan orang yang mempunyai riwayat penyakit autoimun. Begitu yang saya baca.
Setelah berdiskusi dengan suami dan beberapa teman, jadinya saya pun urung ikut rapid test. Entah untuk yang ke berapa kali. Termasuk juga test swab. Padahal saya penasaran, prosesnya seperti apa?
"Kalau nggak ada gejala Covid-19, kondisi tubuh juga baik-baik saja, lebih baik nggak usah deh. Yang ada pas pulang-pulang malah tertular," begitu saran kawan saya yang akhirnya saya turuti.Â
Saat itu, saya memang belum punya keberanian untuk pergi ke luar rumah. Jangankan yang "jauh", saya diajak suami ke rumah kakak ipar saya yang masih di wilayah Depok saja, untuk bersilaturahmi saya tidak berani. Khawatir tertular, entah oleh siapa.
Setelah berkali-kali "menggagalkan diri" untuk ikut rapid test, beberapa hari lalu, Kamis (18/6/2020), akhirnya saya memberanikan diri untuk ikut rapid test. Itu juga karena sekalian kontrol ke RSCM. Jadi ketika saya ditawari untuk ikut rapid test saya pun memutuskan ikut mendaftar.Â
"Kegiatannya di Kementerian Sosial, ya saya tinggal jalan kaki saja dari RSCM, dekat itu. Jadi sekalian saja," begitu pikir saya. Setelah berjalan kaki dari RSCM, ternyata lokasinya bukan di Kementerian Sosial Salemba, Jakarta Pusat, melainkan di Kementerian Sosial Cawang Kencana, Jakarta Timur. Saya salah membaca lokasi. Jadilah saya ke sana meski tersisa 1 jam lagi batas terakhir rapid test.
Saya pun sampai di sana dan syukurnya masih ada waktu. Jadi perjuangan saya untuk sampai ke sini tidaklah sia-sia. Setelah mengikuti antrian, saya pun dipanggil. Duduk di depan petugas yang mengenakan alat pelindung diri yang lengkap.Â