Matanya buta, disiram air keras, bukan air beras, bukan juga air hujan yang turun dengan deras, apakah si pelaku tak waras? bagaimana dengan paras? ia menatap cermin di teras, oh tenaganya seperti terkuras.
Matanya buta, oleh lelaki berkemeja, yang bilang tak sengaja, siapa namamu sini biar aku eja, wahai pelaku siapa yang kau puja? hingga kau tega berbuat durja? tapi biarkan saja, aku percaya ia akan tetap bekerja, meski hanya di balik meja.
Matanya buta, ketika kejahatan kambuh, di kala subuh, menggigil tubuh, seperti berkali-kali ditabuh, akankan matanya sembuh? akankah penglihatannya tumbuh?
Matanya buta, dan kau hanya dituntut 1 tahun penjara, bagaimana kau bisa jera? itu tak setimpal dengan sakit yang mendera, rasanya bagai dipatok ular kobra, yang merusak kedua netra, aku hanya ingin tak ada lagi lara.
Matanya buta, mendengar tuntutan itu aku terbata-bata, tak bisa berkata-kata, aku tahu ada tersembunyi dusta, ada rekayasa yang tercipta, mungkin karena sogokan harta? atau akan kehilangan cinta?
Matanya buta, sampai kini, masih adakah keadilan di negeri ini? sungguh begitu ironi, begitu banyak opini, ke mana kejujuran yang diimani? ke mana cinta yang murni? aku tak ingin ada lagi yang begitu begini, sudah cukup sampai di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H