Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bahagia Melihat Si Kecil Membuat Karya Kreatif Sendiri

4 Juni 2020   22:23 Diperbarui: 4 Juni 2020   23:19 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di wilayah saya, Kota Depok, Jawa Barat, pembelajaran jarak jauh (PJJ) para siswa SD/SMP/SMA diperpanjang hingga 18 Juni 2020 sebagaimana surat edaran Dinas Pendidikan Kota Depok yang dishare wali kelas anak-anak saya di group WhatsApp. Jadi, anak-anak kembali belajar di rumah.

Dan, itu berarti, waktu saya mendampingi anak-anak mengerjakan tugas diperpanjang juga. Ya, tidak masalah. Sebagai orangtua ya saya berkewajiban mendampingi dan mengarahkan anak-anak saya. Apalagi waktu saya begitu luang karena aktifitas pekerjaan saya sehari-hari dikerjakan di rumah juga.

Seperti tadi jam 7 pagi, anak bungsu saya, Fattaliyati Dhikra, siswa kelas 2 SD, mendapatkan tugas membuat karya dari bahan-bahan bekas yang bisa didaur ulang. Tugas ini dishare wali kelas di group. Karyanya bisa berupa kartu ucapan atau lainnya.

Saya pun berdiskusi dengan si kecil, sambil mencari inspirasi di YouTube. Kira-kira karya apa yang bisa dikerjakan tanpa ribet oleh anak saya? Bukankah untuk menghasilkan produk kreatif membutuhkan kesabaran dan enjoy? Sesuatu yang mungkin agak sulit dilakukan oleh usia anak saya.

Jadilah saya mengitari rumah saya untuk melihat-lihat barang bekas apa yang bisa dipakai. Botol shampo? Kardus mie instan? Kardus susu? Botol minuman mineral? Minuman kaleng? Kaleng kue? Tapi sepertinya ribet juga.

Dokpri
Dokpri
Akhirnya, setelah berdiskusi berkali-kali, diputuskan membuat tempat pensil dari bekas kotak kemasan kopi. Jadi, saya pun menyiapkan gunting, lem, kotak bekas kopi, majalah bekas, dan gelas kertas bekas. Kertas origami sudah diingatkan bu guru tidak termasuk kertaa daur ulang. Jadi kerta ini terpaksa harus saya singkirkan. 

Selanjutnya saya menyerahkan pengerjaan produk kreatif itu kepada anak saya. Tentu saja setelah saya berikan arahan. "Dikasih lem de, terus ditempeli kertas ini. Terserah pilih warna yang mana. Suka-suka ade," kata saya kepada si kecil yang biasa saya panggil adelia, singkatan dari ade aliya.

Setelah selesai, yang kira-kira membutuhkan waktu 1 jam, yang diselingi si kecil bermain handphone, jadilah karya anak saya itu. "Kurang rame atau nggak nih de?" tanya saya yang dijawab "tidak". Hasil karya ini saya foto lalu saya kirim ke ibu Wali Kelas ke nomor kontak WA-nya. Beberapa menit kemudian, ibu guru memberikan nilai 90 untuk hasil karya si kecil.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Saya pun tersenyum tak menyangka dapat nilai sebagus itu. Si kecil jelas ikut tersenyum bukan karena nilainya yang "bagus" tetapi tertuntaskannya tugasnya yang berarti ia bisa melanjutkan keasyikan dunianya. Kalau saya senang atau bisa dibilang bahagia karena anak saya dapat mengembangkan kreativitasnya tanpa ada paksaan atau tekanan. 

Menurut literatur yang saya baca, kegiatan yang berhubungan dengan seni (kreatif) merangsang anak untuk berimajinasi, memecahkan masalah, serta mengasah kemampuan anak untuk mewujudkan imajinasinya. Jika orangtua ikut mendampingi atau ikut bersama-sama membuat karya kreatif akan meningkatkan kehangatan hubungan anak dan orangtua.

Jadi saya bersyukur, anak saya mendapat tugas semacam ini. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang memaksa kita harus "terkurung" di dalam rumah. Tidak bisa dipungkiri rasa bosan akan melanda anak. Dan, menurut saya, mengerjakan karya kreatif ini bisa menghilangkan kebosanan anak. Setidaknya dapat dilihat dari antusiasnya anak untuk mengerjakan tugas tersebut.

Kebahagiaan saya lainnya, saya masih diberi kesempatan untuk mendampingi anak saya mengerjakan tugasnya. Sesuatu hal yang amat diinginkan anak saya. 

Di sini, saya juga semakin belajar mengasah kesabaran saya dalam mendampingi anak-anak. Sabar melihat anak yang terkadang tidak fokus, sabar menghadapi anak yang tidak sabar, dan sabar-sabar lainnya. Semoga saya demikian adanya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun