Virus corona kiranya telah memorakporandakan berbagai sendi kehidupan. Ekonomi, politik, sosial, budaya dan hukum, semua kena imbasnya. Kesombongan manusia runtuh. Teknologi yang dipuja bak dewa takluk tak berdaya.Â
Segala upaya dilakukan dunia. Tim medis sebagai garda terdepan, tak bisa dibayangkan lagi lelah dan letihnya bercampur stress menangani pasien corona yang kian bertambah dari hari ke hari. Kabar baiknya, hingga hari ini pasien yang sembuh terus melonjak melampaui angka kematian pasien.Â
Pemerintah melakukan beberapa strategi seperti imbauan untuk menjaga jarak, semua aktifitas dilakukan di rumah saja mulai dari belajar, bekerja hingga ibadah, karantina wilayah, PSBB serta imbauan tidak mudik menjelang lebaran. Hari ini pula, imbauan tidak mudik telah ditingkatkan menjadi larangan mudik dan berlaku 2 hari ke depan. Semoga cukup efektif dan rakyat tidak bandel.
Di bidang hukum, kemenkumham, Yasonna memilih mengikuti instruksi PBB untuk melakukan asimilasi, mengembalikan para napi kepada keluarga mereka dengan alasan pengendalian penyebaran virus corona atau covid-19. Menurut saya keputusan ini aneh. Saya sudah memberikan argumen yang sangat sederhana di tulisan sebelumnya. PBB sebagai organisasi Negara-Negara Internasional berkewajiban memikirkan serta memberikan sebuah solusi apabila anggotanya mengalami masalah, terlebih masalah global seperti yang dialami saat ini.
Dengan demikian Yasonna memiliki argumen yang kuat untuk mengambil tindakan asimilasi napi. Beberapa negara lainpun melakukan hal yang sama meski beberapa lainnya tidak mematuhi instruksi PBB. Apakah tidak ada pertimbangan lainnya, misalnya kesiapan teknis, kultur atau budaya serta mental para napi? Apakah ada sanksi jika menolak instruksi asimilasi? Faktanya tidak semua negara terdampak covid-19 melakukannya.Â
Permasalahan muncul kemudian, ketika belum juga sehari lepas dari penjara, beberapa mantan napi ini berulah melakukan tindakan kriminal kembali. Jiwa kriminalnya bergejolak, butuh aktualisasi. Masyarakat dobel resah mempertanyakan keputusan menkumham yang membebaskan mereka. Boleh dibilang, dulu para polisi susah-susah memburu mereka, kini dibebaskan massal tanpa syarat.Â
Menghadapai protes masyarakat ini tampaknya Yasonna bingung dan stress. Pikirnya, dia hanya menjalankan apa yang diinstruksikan PBB kenapa pula dia yang disalahkan? Salahin sono, PBB. PBB kan nggak tahu mental napi di sini kayak gimana? Perangkat dan sistem yang negara ini miliki seperti apa?Â
Yasonna panik sehingga mungkin tak sadar mengeluarkan statement yang lebih menampakkan keputusasaannya. Yasonna memerintahkan agar para napi yang diasimilasi untuk tinggal di rumah saja. Hehe... Jangankan para napi yang jiwa berpetualangnya tinggi, masyarakat kebanyakan juga susah disuruh diam di rumah saja. Kalau sudah begini bagaimana? Susah lagi kan nangkepnya? Sebaiknya yang sudah ketangkep lagi, jeblosin lagi jangan disuruh pulang buat anteng di rumah.Â
Inilah fakta dan realitanya. Tetap mendoakan bangsa ini mampu mengalahkan covid-19. Jaga kesehatan diri supaya tidak menambah beban paramedis dan pemerintah. Cukup masalahnya jangan ditambah lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H