Setiap saya buka browser untuk berselancar, selalu saja muncul iklan Tik Tok. Saya tidak pernah membukanya dan buru-buru menutupnya. Sebal juga sih, kalau iklan muncul berkali-kali. Mengganggu sekali. Saya tahu, apa itu Tik Tok yang memang sedang digandrungi anak-anak dan remaja zaman now yang sudah terpapar sedemikian rupa oleh segala trend.
Hampir semua remaja sepertinya tahu dan pernah mencoba aplikasi Tik Tok. Fitrah rasa ingin tahu dan penasaranlah yang mendorong mereka untuk menjelajah hal-hal baru, terlebih sesuatu itu menarik bagi mereka. Maka mereka akan lebih intens menjelajahi dan bahkan bisa kecanduan. Bandwagon effect juga memberikan kontribusi dalam meledakkan sebuah fenomena, khususnya pada remaja. Mereka akan segera melakukan hal yang dilakukan oleh banyak remaja lainnya. Nilai yang dianut oleh kebanyakan menjadi standar nilai baginya. Kekuatan kelompok akan sangat memengaruhi bagaimana remaja berperilaku. Nilai-nilai individu melebur.Â
Tik Tok, sebagai aplikasi unduhan gratis merupakan salah satu media untuk unjuk eksistensi diri. Dengan membuat video sekira 15 detik melalu penyelarasan bibir/lipsync dengan lagu yang diputar, dipoles musik latar, edit tampilan dan sejenisnya, Tik Tokers bisa memulai untuk eksis. Bisa juga asal pede tampil atau kalau ingin pro (hahaha) perlu mempersiapkan diri dulu supaya pas lipsync-nya. Bowo juga banyak modal pede saja sepertinya. Sering nggak pas dan lebih banyak mingkemnya. Yang penting gaya. Iya, nggak, Wo? Hihi...Â
Siapa itu Bowo? Tik Tok sukses melahirkan seleb baru. Dialah Bowo Alpenliebe, remaja 13 tahun aktifis Tik Tok yang kini tengah meroket. Walau demikian, saya tidak akan mengetahuinya sebelum seseorang mengirim beberapa foto sekait fenomena Bowo Tik Tok, yang membuat mereka ngelus dada. Bowo si seleb Tik Tok memang fenomenal. Kreatifitas dan keuletan Bowo dalam mengelola Tik Tok miliknya membuahkan hasil semanis permen Alpenliebe. Jumlah ratusan followers dan jutaan likes, sungguh fantastis bagi seseorang yang bukan siapa-siapa.
Dengan jumlah followers dan likes yang diraihnya, Bowo semakin terlena  dan teori ekonomi pun berlaku, supplay meningkat berbanding lurus dengan demand. Bowo terjebak dan darah rasa seleb semakin deras mengalir di segenap kreatifitasnya.Â
Dengan penuh percaya diri dan bangga, ia mengadakan acara meet and greet yang selama ini menjadi komoditas para seleb. Aih... Bowo memang seleb di kalangan Tik Tokers. Ia memasang tarif 80k bagi fans yang ingin jumpa dengannya. Hmm, kreatifitas yang menghasilkan ya!Â
Bowo yang sudah menjadi seleb, melahirkan fenomena baru. Para fans fanatiknya memujanya bak Tuhan, Tuhan Tik Tok tentunya. Para fans ini punya mimpi mendirikan sebuah agama, agama Tik Tok tentunya, mereka sedang membuka pendaftaran untuk posisi malaikat dan umatnya. Mungkin nanti akan menyusun kitab baru, kitab Tik Tok.Â
Hmmm... Anak-anak sedang belajar mengemukakan pendapat dan membangun sebuah komunitas. Mereka suka-suka berkomentar dan berpendapat di medsos, di lingkaran mereka. Faktanya, publik pun melihat dan mengamati.Â
Mungkin apa yang mereka sampaikan boleh jadi hanya sebatas candaan atau gurauan karena mereka sedang euforia. Namun fanatisme fans Bowo Alpenliebe, berdampak cukup fatal bagi sebagian mereka. Mereka melontarkan pernyataan-pernyataan yang membuat perasaan orang tua merinding.Â
Bagaimana tidak, ketika kita membaca pernyataan fans yang rela keperawanannya diambil Bowo? Berapa usiamu, Nak? Salah satu fans rela menjual ginjal demi bisa ketemu Bowo. Terdengar lebay, karena faktanya cukup butuh 80k untuk ketemu Bowo namun ada pola pikir yang tertanam dalam diri remaja tersebut untuk melakukan apa saja bahkan yang membahayakan dirinya demi mendapatkan keinginan dan kesenangannya.Â
Fanatisme terhadap Bowo Alpenliebe pada para fans-nya merupakan wajah dan gambaran remaja saat ini yang mudah terpapar trend. Sebentar lagi juga akan mereda. Sudah terlihat sejak lepas acara meet and greet, banyak fans yang kecewa karena ekspektasi mereka idak sesuai fakta di lapangan. Menurut mereka, wajah bowo tak setampan dan seputih saat tampil di Tik Tok. Mereka langsung membully Bowo. Bagi mereka Bowo real tak semanis Alpenliebe. Bowo pasti tidak mengira akan berakhir seperti ini. Ide ketemu fans, apalagi berbayar menjadi bumerang baginya. Padahal, aslinya Bowo juga manis loh. Yah, standar idola remaja kekinian itu kiblatnya kan artis-artia korea
Awalnya mungkin Bowo aktif di Tik Tok hanya untuk seru-seruan sebelum akhirnya seperti candu setelah mendapat begitu panyak followers. Candu yang melahirkan fanatisme dan rentan merusak mental. Seperti mengunyah Alpenliebe terlalu banyak sehingga menghasilkan rasa pahit. Hihi
Semakin mudah seseorang terkenal, semudah itu pula ia akan merdup. Itulah hukum instan yang berlaku, pijakannya tidak kuat dan kualitasnya tidak genuine-dipaksa. Bowo Alpenliebe akan tenggelam dan berganti dengan Bowo chocholatos mungkin? Kita perlu siap mental menerimanya. Sebab dahsyatnya kemajuan teknologi tak bisa kita bendung. Upaya pemerintah dengan menghapus Tik Tok dari penelusuran online (masih bisa buka via aplikasi), saya rasa belum cukup menjadi sebuah solusi karena masalah utamanya bukanlah pada aplikasi Tik Tok sebab ia bisa berubah wujud menjadi apa saja, namun pada sikap mental yang dimiliki oleh remaja.Â
Mari kita mengajak anak untuk bisa menggunakan gadget dengan bijak. Beri pemahaman dan gambaran kepada mereka dalam memilih komunitas dan bagaimana berinteraksi dengan baik di medsos. Satu hal yang tak kalah penting adalah pengawasan. Penanaman nilai, norma dan moral mutlak diperlukan mulai dari keluarga, lingkungan sekolah, dan pergaulan. Kita harus  mengupayakan dan merekayasanya. Dibutuhkan kepedulian dari kita semua.
Salam Alpenliebe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H