[caption id="attachment_300076" align="aligncenter" width="500" caption="sumber: nfeqachuichui.blogspot.com"][/caption]
Selalu ada pelajaran yang dapat dipetik dari sebuah perjalanan masa lalu dan itu lah gunanya sejarah. Jika saya mengamati perilaku generasi muda saat ini, mayoritas dari mereka memiliki mental yang lemah, cengeng, dan tak berani menghadapi risiko. Berbeda dengan zaman saya dulu-terutama karena faktor ekonomi yang menjadikan saya berpikir bahwa sesepele apa pun keinginan yang dipunyai harus diperoleh dengan perjuangan terlebih dahulu. Dan saya kini bersyukur karenanya sebab saya jadi menghargai setiap usaha dan hasil yang saya capai seminim apa pun itu.
Zaman telah berubah kiranya. Kini banyak orang tua yang terpaksa atau menyengaja untuk mengalah kepada anak-anaknya. Segala permintaan anak sebisa mungkin dikabulkan bahkan tanpa syarat. Sebaliknya, justeru anak menjadikan permintaannya sebagai 'senjata' dan 'ancaman' ketika orang tua mengharapkan sesuatu dari anaknya atau sebaliknya, jika anak merasa dituntut untuk berbuat sesuatu oleh orang tuanya. Hal ini melahirkan rasa hormat dan patuh yang palsu dan bersyarat dari anak kepada orang tua. Sungguh menyedihkan.
Kebiasaan seperti ini menjadikan anak sebagai sosok yang cenderung pragmatis dan maunya serba instan. Dipikirnya, setiap yang diinginkannya akan dengan mudah diperolehnya hanya cukup dengan mengancam. Tak ada sama sekali pikiran untuk berusaha dan menunda sebentar keinginannya. Saat ini meminta saat ini juga harus ada. Ketika pada akhirnya, orang tua tak mampu memenuhi keinginannya, anak akan berbuat apa saja yang penting keinginannya segera terpenuhi saat itu juga.
Hal demikian pula menjadikan anak memiliki AQ [Adversity Quotient] yang rendah. Apa itu AQ? Menurut Paul G. Stoltz, Adversity Quotient merupakan kecerdasan yang dimiliki individu dalam menghadapi kesulitan atau hambatan serta kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Sayangnya, keserbamudahan, keserbabolehan, dan ketidakmampuan orang tua dalam mendisiplinkan anak dan memberikan pemahaman akan makna sebuah usaha, menunda keinginan, dan kegagalan memberikan kontribusi yang besar dalam melekatnya fenomena ini pada generasi muda. Lihatlah, banyak remaja yang berbuat salah; kriminal, amoral, indisipliner tetapi tak berani menanggung akibatnya dan bersembunyi di ketiak orang tuanya. Alih-alih memberikan 'pelajaran' bertanggung jawab atas perbuatannya, orang tua justeru melindungi dan menutupi kesalahan anaknya.
Sudah seharusnya orangtua sekaya apa pun keadaannya, sesayang apa pun kepada anaknya untuk memberikan pembelajaran bahwa tak ada sesuatu yang diperoleh dengan mudah dan instan, semua memerlukan usaha dan kerja keras. Beberapa hal berikut mungkin dapat membantu bagaimana mulai membangun mental anak untuk menjadi lebih adaptive dengan kesulitan yang dihadapinya;
Ketika anak meminta sesuatu, tanyakanlah seberapa penting dan apakah harus segera dipenuhi? Jika belum begitu penting dan dapat ditunda berikan penjelasan yang dapat diterima misalnya; waktu yang kurang tepat [tanggal tua, sedang banyak pengeluaran, ada hal yang lebih penting yang perlu didahulukan]. Jika memang benar-benar penting dan perlu segera dipenuhi, coba cari jalan keluar bersama agar anak ikut berpikir dan mencari solusi untuk dapat terpenuhi keinginannya.
Sesekali libatkanlah anak dalam merencanakan sebuah program misalnya liburan keluarga, di mana anak diminta untuk memilih tempat dengan estimasi dana yang dibutuhkan. Dengan ini diharapkan anak dapat belajar menyesuaikan dana yang ada dengan keinginan yang dimaui dan ia belajar untuk tidak memaksakan kehendak.
Seringlah memberikan teladan kepada anak untuk berempati kepada mereka yang hidupnya jauh lebih susah agar anak memaknai sulitnya perjuangan hidup bagi sebagian orang dan mensyukuri setiap apa yang dimilikinya sehingga menjaga dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
Ketika anak tengah menghadapi sebuah masalah, biarkanlah ia untuk dapat menyelesaikannya sendiri dulu. Beri ia kepercayaan bahwa ia mampu mengatasi masalahnya. Dorong dan dukunglah ia untuk berani menghadapi setiap masalah yang dihadapi dan jadilah tempat curhat terbaik baginya.