Mohon tunggu...
Isti
Isti Mohon Tunggu... Relawan - https://zonapsiko.wordpress.com

Not verified

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jangan Samakan Anggota Dewan dengan Anak TK!

3 Oktober 2014   02:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:35 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum juga 24 jam dilantik, para anggota dewan yang terhormat sudah menunjukkan keaslian wataknya. Melalui sidang paripurna pemilihan pimpinan DPR pada 1 oktober malam, suguhan tontonan yang tidak indah dipandang itu disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Lagi-lagi, dalam situasi yang tidak menyenangkan, penuh tekanan, lelah, mengantuk (mengingat sidang dilakukan tengah malam hingga dini hari), karakteristik asli seseorang dapat terlihat. Dan hal demikian ditunjukkan oleh beberapa anggota dewan di sana.

Bagaimana para anggota dewan ricuh saat menyampaikan interupsi. Gradak-gruduk menyerbu ke area pimpinan sidang. Semua berbicara tanpa mau mendengar. Lalu yang kecewa melakukan protes dan aksi walkout. Kenapa para anggota dewan hobi sekali dengan walkout? Lalu ada yang coba mengambil hati ibu pimpinan sidang dengan memijit-mijit lengan beliau. Hah?

Aksi konyol mereka menuai banyak kecaman di jejaring sosial dan predikat anak TK untuk anggota DPR kembali populer. Sebutan ini pernah disematkan oleh mantan Presiden RI Gus Dur dan bahkan mengusulkan agar DPR dibubarkan saja mengingat tingkah mereka yang kerap memalukan.

Kemudian saya coba membandingkan antara perilaku anggota dewan dengan anak TK. Saya banyak menemukan ketidaksamaan perilaku di antara keduanya. Dekat rumah saya ada TK di mana saya bisa melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka berperilaku. Saya juga pernah melakukan pengamatan partisipatif bersama anak-anak TK selama 4 bulan penuh. Oh tidaaaak! Sungguh amat berbeda. Anak-anak TK mampu menghadirkan emosi positif dan ceria setiap saya bersama mereka. Bahkan ketika sebelumnya saya tengah menyimpan kegundahan. Anak-anak TK memiliki kepolosan, ketulusan, dan kejujuran. Tak ada kepalsuan dalam tangis dan tawa mereka. Tak ada kepura-puraan dalam amarah dan kesal mereka. Kita bisa melihat dengan terang benderang saat mereka bahagia, sedih, terluka, bersemangat, sakit, malu, dan lelah. Mereka tak suka ditipu dan menipu. Kita hanya butuh memahami emosinya untuk menyembuhkan sedih, lelah dan lukanya. Kita akan tertular dengan mudahnya atmosfir kegembiraan dan keriangan yang mereka bawa. Keberadaan anak-anak TK itu menyenangkan, membahagiakan, dan menyembuhkan.

Bagaimana halnya dengan anggota dewan itu? Mereka bikin rakyat yang emosinya tidak stabil tambah meledug. Ngomel-ngomel dan mencak-mencak juga kayak anggota dewan. Akibatnya vertigo kambuh. Ada lucunya juga sih, dan bisa bikin ketawa tapi habis itu mual dan muntah. Tak seperti anak TK yang membawa efek bahagia, para anggota dewan menebarkan efek resah. Tak seperti anak TK yang menampilkan kepolosan, ketulusan, dan kejujuran, mereka mempertontonkan sandiwara, manipulatif, dan palsu. Anak TK masih punya malu kalau ada yang meledek dan menertawakan atau terjatuh, sementara mereka tak punya malu meski dipermalukan bahkan masih bisa tersenyum saat harus digelandang ke bui karena jatuh ke dalam tindakan yang memalukan. Anak TK masih mau bilang maaf kalau salah, mereka? Ngakunya bener saja dan nggak merasa salah. Lalu di mana kesamaannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun