DEMOKRASI PARLEMENTER (1945-1959)
Zaman dulu banget (1945-1959), Indonesia punya gaya demokrasi yang agak seru nih. Awalnya, kita pakai demokrasi presidensial, tapi tiba-tiba ganti jadi demokrasi parlementer gara-gara ada Maklumat Pemerintah pada 14 November 1945. Nah, waktu kita pake Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat, demokrasinya jadi parlementer dengan sentuhan liberal.
Jadi, Perdana Menteri yang atur pemerintahan, sementara Presiden cuma jadi simbol aja. Tapi, karena ada yang ogah-ogahan dengan negara Serikat, akhirnya Presiden Soekarno kembaliin kita jadi negara kesatuan dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Meski begitu, demokrasi parlementer masih tetep berlaku.
Tapi, di lapangan, ada deh pergantian kabinet yang sering kejadian. Kayaknya ini bikin banyak orang gak seneng, soalnya pembangunan jadi nggak jalan mulus. Partai-partai malah lebih mementingkan diri sendiri dan golongannya, bikin khawatir deh buat kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Persatuan dan kesatuan bisa terancam gara-gara hal ini. Makanya, Soekarno akhirnya keluarin Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Isinya simpel aja:
a. Bubarin Badan Konstituante
b. Kembali pakai UUD NRI Tahun 1945 dan UUD S 1950 nggak berlaku lagi
c. Bentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Jadi, gitu deh kira-kira. Bikin suasana politik pada waktu itu agak riuh, tapi memang lagi mencari yang pas buat rakyat Indonesia.
 DEMOKRASI TERPIMPIN (1959 – 1966)
Setelah UUD 1945 dihidupin lagi lewat Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kita semua berharap biar negara lebih mantap, pemerintahan lebih open, dan alat-alat negara jalan dengan baik. Tapi yang bener-bener jalan tuh yang disebut Demokrasi Terpimpin. Nah, intinya dari demokrasi ini negara diatur dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, tapi ada satu catatan nih, Presiden mengartikan "terpimpin" sebagai pimpinan dipegang oleh Panglima Besar Revolusi, jadi akhirnya negara itu pimpinan utamanya ya Panglima Besar Revolusi. Dampaknya apa? kekuasaan pusatnya ada pada Presiden, yang ujung-ujungnya malah bikin rakyat bingung dan penyimpangan dari Pancasila serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pun terjadi, sampe akhirnya PKI merebut kekuasaan tanggal 30 September 1965.
Tapi jujur, demokrasi terpimpin ini banyak bikin penyimpangan sama hukum dasar negara kita, loh. Beberapa contohnya kayak:
a. Presiden nyari anggota MPRS Sementara berdasarkan ketetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959.
b. Presiden bubarin DPR tanggal 5 Maret 1960 gara-gara DPR nggak setuju sama anggaran tahun 1960, terus bikin DPR-GR tanggal 24 Juni 1960.
c. Presiden gabungin lembaga negara berdasarkan ketetapan Presiden No. 94 tahun 1962 tanggal 6 Maret 1962, sampe jadi kacau kayak menteri-menteri pada umumnya.
d. Presiden Soekarno jadi Presiden Seumur Hidup lewat Tap MPRS Nomor III/MPRS 1963.
e. Politik luar negeri kita cuma bekerjasama dengan negara sosial komunis.
f. Presiden bubarin Partai Masyumi sama Partai Sosialis Indonesia, tapi Partai Komunis Indonesia malah didiemin tumbuh, yang jelas-jelas melanggar nilai-nilai Pancasila.
Semua ini bikin politik kita jadi ga stabil. Pemuda, mahasiswa, dan pelajar pada protes, sampe akhirnya ngeluarin Tiga Tuntutan Rakyat (TRITURA):
a. Bubarin PKI;
b. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
c. Turunin harga dan perbaiki ekonomi.
Pemerintah akhirnya nanggepin ini dengan mengamankan situasi, lewat Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Soekarno ke Jenderal Soeharto. Abis itu, kepemimpinan beralih dari Soekarno ke Soeharto, masuk masa Orde Baru.
 DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU (1966 – 1998)
Jadi, dulu tuh, abis Demokrasi Terpimpin dicancel lewat Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR), muncul deh Demokrasi Pancasila di jaman Orde Baru. Ini konsepnya lebih ke keluarga dan gotong-royong. Intinya, rakyat punya suara, tapi dipimpin sama hikmah dan kebijaksanaan lewat perwakilan, bro.
Nah, Demokrasi Pancasila ini punya nilai dasar, yakni ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, dan keadilan sosial. Musyawarah jadi kuncinya, deh! Biar semua pada nyambung dan setuju.
Kelebihan zaman ini adalah:
a. Keputusan diambil lewat musyawarah mufakat
b. Ada keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan juga antara kepentingan pribadi sama umum.
c. Bangsa dan negara diutamain, bukan kepentingan golongan doang.
Jaman Orde Baru tuh semacam perbaikan besar-besaran. Soeharto jadi presiden, dan dia berusaha benerin kekacauan yang ada. Ada program Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) Â buat pembangunan, PEMILU, pendidikan tentang Pancasila, sampe pemerataan pembangunan.
Semua ini untuk ngejalanin nilai Pancasila, misalnya, pemerataan pembangunan sesuai sama sila kelima, yakni keadilan sosial buat semua orang Indonesia.
Tapi, bener juga sih, ada kekurangan di era Orde Baru ini. Misalnya, gak ada batasan masa jabatan presiden, jadinya ada penyalahgunaan kekuasaan. Terus, ada kasus korupsi, kolusi, nepotisme yang bikin Demokrasi Pancasila jadi kurang oke. Kebebasan bicara dan pers juga dibatasi, nambahin masalahnya.
Akhirnya, tahun 1997, ekonomi Indonesia kacau dan masyarakat mulai protes. Mahasiswa turun ke jalan minta diadakan reformasi. Reformasi ini kayak usaha kita buat bersihin dan benerin sistem yang nggak jelas, biar lebih adil dan sesuai sama keinginan rakyat. Kita pengen yang namanya kebebasan, transparansi, dan tentunya, yang anti korupsi. Jadi, intinya, reformasi itu kayak kita lagi bikin perubahan besar supaya Indonesia jadi lebih keren dan sesuai sama keinginan rakyat. Puncak protes ini terjadi pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto nyerah dan digantikan sama B.J. Habibie sebagai presiden. Mantap, kan? Jadi, gitu deh ceritanya, guys! Demokrasi Pancasila di Orde Baru.
 DEMOKRASI PANCASILA MASA REFORMASI (1998 – SEKARANG)
Jaman Reformasi dimulai waktu Pak Soeharto ninggalin kursi presiden dan digantikan oleh Pak B.J. Habibie. Nah, di masa pemerintahannya tuh, Pak Habibie berusaha keras banget buat betulin sistem ekonomi, ngerombak urusan politik dan hukum, ngeluarin UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat di Depan Umum. Selain itu, waktu Reformasi berlangsung, ideologi Pancasila terus diteriakin sampe sekarang. Bukan cuma gitu, usaha buat gantiin Pancasila dengan ideologi lain juga makin dikit.
Demokrasi di era Reformasi ini berasal dari Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tapi diperbarui pelaksanaannya dan diperbaiki peraturan-peraturan yang gak demokratisnya. Termasuk di situ, dijelasin dengan rinci tugas dan tanggung jawab lembaga-lembaga pemerintah, yang punya hubungan yang jelas antara eksekutif, legislatif, sama yudikatif.
Demokrasi di masa Reformasi ini keliatan banget ada perubahan besar di bidang politik, di antaranya:
a. Pers jadi bebas;
b. Orang bebas bikin partai politik;
c. Pemilu jadi lebih demokratis;
d. Daerah punya otonomi;
e. Bebas buat terlibat dalam dunia politik.
Reformasi itu kayak bawa angin segar buat kita, terutama di urusan politik. Semua jadi lebih bebas, dari pers sampe pemilihan umum.
Referensi:
Winarni, Modul Kelas IX: Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Kemendikbud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H