Oleh : Â Neng Mustika Rani*
Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana setiap warga negaranya memiliki kebebasan yang dilindungi oleh HAM. Negara Indonesia adalah negara yang masih dalam tahap berkembang, sumber daya manusianya tidak boleh dikesampingkan. Kualitas suatu negarapun ditentukan pada maju atau tidaknya pendidikan di negara tersebut.Â
Pada UUD Pasal 28 C ayat 1 dan 2 dan Pasal 31 ayat 1 dan 2, dimana Negara Indonesia telah mengatur hak setiap warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan sebagai sarana dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan juga merupakan investasi dan aset terpenting bagi seseorang dan merupakan bagian penentu untuk kesuksesan seseorang. Kemajuan suatu bangsa ditentukan dari sumber daya manusia yang maju.
Khususnya Banten, gubernur Banten Wahidin Halim mengeluarkan Pergub No. 31 Tahun 2018 tercantum di Pasal 1 angka 6 tentang pendidikan gratis. Pendidikan gratis ini adalah suatu program untuk membebaskan beban orang tua/wali melalui pembagian dana Bantuan Operasional Sekolah yang bersumber dari APBD dengan program Pendidikan Menengah Universal yang dananya bersumber dari APBN.Â
Kebijakan pendidikan gratis ini sebenarnya sangat membantu untuk masyarakat kecil, karena untuk meminimalisir kesenjangan dalam pendidikan. Perkiraan anggaran yang mengacu pada data Dindikbud Banten tahun ajaran 2018/2019, di Banten terdapat 233 SMA/SMK Negeri. dan jika mengacu pada SPM pendidikan persiswa sebesar Rp. 5,7 juta maka dengan itu dibutuhkan anggaran sekitar Rp. 1,2 triliun dalam setiap pertahunnya. Gubernur Banten menjanjikan pendidikan gratis tetapi itu hanyalah omong kosong.Â
Pada tahun 2018, 2020 Bosda nol rupiah. Hanya di tahun 2019 saja Bosda direalisasikan sekitar 4 juta rupiah persiswa, inipun diduga karena desakan sekolah-sekolah pada saat itu. Anggaran Bosda sebesar 5,5 juta persiswa, termasuk untuk kebutuhan internet, faktanya tidak terealisasi juga.Â
Justru malah kegaduhan demi kegaduhan yang terjadi, seperti rencana penganggaran Bosda 2020 yang menabrak Peraturan Gubernur No. 31 Tahun 2018 Pasal 10 tentang peruntukan dana Pendidikan Gratis ada 14 item pengalokasian dana Bosda, diantaranya meliputi kegiatan PPDB, kegiatan akademik siswa, kegiatan non akademik sekolah, gaji guru serta staf honorer, dan perlombaan sekolah. Tapi pasalnya pengganggaran Bosda tidak berdasarkan jumlah siswa melainkan berdasarkan jumlah guru dan staf honorer saja.Â
Begitulah potret realisasi janji gubernur Banten, nyatanya peraturan tentang pendidikan gratis di Banten dan pengalokasian dana masih belum sepenuhnya terealisasikan bahkan pada tahun 2019 harus didesak dahulu oleh sekolah-sekolah agar Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) diturunkan.
Kondisi ekonomi para siswa di Banten juga masih banyak yang kurang mencukupi, ditambah kini Banten mengalami pandemik covid-19 yang membuat sektor perekonomian semakin memburuk. Bahkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mengatakan bahwa dari 11,9 jt warga Banten 5,7%-nya ialah penduduk miskin.
Jika dihitung dari data PPLS tahun 2015 rumah tangga rentan miskin hingga paling miskin, presentasinya akan meningkat sampai 22,34%, ini adalah angka yang tidak kecil. Masyarakat miskin seperti ini juga pasti membutuhkan pendidikan, tapi mereka masih kesulitan dalam memperoleh pendidikan karena kurangnya pemerataan pendidikan di Banten.
Tahun 2020 menjadi tahun yang sulit, kebijakan gubernur masih belum terlaksana, yang dirasa baik untuk masyarakat kecilpun masih belum juga terealisasi penuh, terutama soal pendidikan gratis ini. Tapi jika hanya sebagai janji politik, kebijakan ini terasa sia-sia, terkesan hanya untuk membangun citra pemprov pada publik. Jika ditinjau dari semua data yang diatas, program pendidikan gratis ini tentunya sangat diharapkan berjalan dengan semestinya. Karena program pendidikan gratis ini sangat bisa membantu masyarakat kecil dalam memberikan pendidikan kepada anaknya dan juga dapat membangun citra Pemprov dalam meningkatkan mutu pendidikan di Banten.
Jika mengingat pada laporan sebelumnya yang menyatakan bahwa Provinsi Banten ini masih tertinggal dalam bidang pendidikan. Pemerataan pendidikan pun masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Provinsi Banten. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga ada 48% sekolah di Banten yang rusak, dan juga banyaknya keluhan masyarakat terkait perbedaan kondisi kesejahteraan hingga pelayanan dasar di Banten Utara yang meliputi Tangerang sampai Cilegon dengan Selatan Banten seperti Pandeglang dan Lebak. Maka dari itu, mengapa pendidikan harus menjadi skala prioritas Pemprov Banten.
Lalu, kemana perginya dana Bosda yang seharusnya diturunkan untuk pemerataan pendidikan di Banten? Apakah bosda jatuh kepada pihak yang benar-benar dituju atau melewati berbagai "tikus" perantara sebelum sampai kepada pihak yang dituju?
Dimasa pandemik covid-19 ini pun masyarakat terus menerus disuguhkan dengan jargon pendidikan gratis, tapi kini tinggal janji belaka. Sungguh sangat miris, pendidikan gratis yang diharapkan terealisasi penuh guna mempermudah masyarakat kecil untuk mengenyam pendidikan, sekarang hanya janji manis pemprov saja.
Kondisi lemahnya sekolah secara sistematik akibat "tersandera" janji politik sekolah gratis yang didengungkan tanpa realisasi yang jelas patut diduga sebagai kejahatan dalam dunia pendidikan karena sangat "mematikan" potensi perkembangan dan kemajuan pendidikan di Banten. Janji pendidikan gratis ini juga seharusnya justru menjadi berkah bukan menjadi musibah. Padahal jika memang Pemerintah Provinsi Banten belum mampu membiayai pendidikan gratis, semestinya tidak usah memaksakan diri, apalagi terus menerus membangun citra dan opini tentang pendidikan gratis, sementara disamping itu sekolah semakin terseok-seok.Â
Lebih baik meningkatkan kualitas para guru, lebih memperhatikan lagi untuk pembuatan aturan-aturan, pangkas aturan yang tidak perlu, dan juga memberikan sarana penyaluran bakat siswa yang merata bukan malah hanya mengumbar janji saja yang nyatanya tidak terealisasikan. Serta sangat diharapkan pula Pemerintah Provinsi Banten dan semua elemen masyarakat dapat memajukan mutu pendidikan yang sebagaimana sudah dijelaskan diatas bahwasaannya kemajuan suatu bangsa ditentukan dari sumber daya manusia yang maju.
*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H