LELAKI DI TANGGA SUCI
Neneng Hendriyani
Kerap kali aku melihat
Lelaki tegap di sana
Mahkotanya tinggi menjulang
Bertabur emas dan pualam
Berdiri memandangkuÂ
Tiada pernah ia jemu
Kalungnya panjangÂ
menghias dadanya yang bidang
Sepasang gelang berkepala ular nagaÂ
melingkari lengannya
Celana beludru dihias jarik batik berprada emas menyala
Diikatnya kuat dengan lambang wijaya kusuma
Sementara kedua kakinya dihias gelang bulat ksatria
Sebilah keris terselip di pinggangnya
Aku terpesona
Diam-diam ku menatapnya
Ada takut yang kurasa
Ingin lari bila jumpa
Tatap matanya tajam bak elangÂ
Buas bagai singa lapar
Namun senyumnya tulusÂ
Penuh kerinduan
Aku terpana
Di balik kemboja aku melihatnya
Masih berdiri di tempat yang sama
Di antara ratusan anak tangga
Kadang aku ingin menutup mata
Berharap tak lagi melihatnya
Namun ia masih di sana
Sangat jelas meski aku tertidur pulas
Aku tak mengerti
Kadang bila aku tak melihatnya
Aku mencari di antara dahan kemboja
Ada rindu yang memaksa
Ada rasa ingin terus jumpa
Aku sungguh tak berdaya
Lelaki tegap itu masih di sana
Membawa sekeping hatiku di sekuntum kemboja
Berharap bisa bersemuka
Seperti dahulu kala
(Karadenan, 8/11/2017)LELAKI DI TANGGA SUCI
Neneng Hendriyani
Kerap kali aku melihat
Lelaki tegap di sana
Mahkotanya tinggi menjulang
Bertabur emas dan pualam
Berdiri memandangkuÂ
Tiada pernah ia jemu
Kalungnya panjangÂ
menghias dadanya yang bidang
Sepasang gelang berkepala ular nagaÂ
melingkari lengannya
Celana beludru dihias jarik batik berprada emas menyala
Diikatnya kuat dengan lambang wijaya kusuma
Sementara kedua kakinya dihias gelang bulat ksatria
Sebilah keris terselip di pinggangnya
Aku terpesona
Diam-diam ku menatapnya
Ada takut yang kurasa
Ingin lari bila jumpa
Tatap matanya tajam bak elangÂ
Buas bagai singa lapar
Namun senyumnya tulusÂ
Penuh kerinduan
Aku terpana
Di balik kemboja aku melihatnya
Masih berdiri di tempat yang sama
Di antara ratusan anak tangga
Kadang aku ingin menutup mata
Berharap tak lagi melihatnya
Namun ia masih di sana
Sangat jelas meski aku tertidur pulas
Aku tak mengerti
Kadang bila aku tak melihatnya
Aku mencari di antara dahan kemboja
Ada rindu yang memaksa
Ada rasa ingin terus jumpa
Aku sungguh tak berdaya
Lelaki tegap itu masih di sana
Membawa sekeping hatiku di sekuntum kemboja
Berharap bisa bersemuka
Seperti dahulu kala
(Karadenan, 8/11/2017)
(Diambil dari buku Setangkup Rindu Dari Masa Lalu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H