Mohon tunggu...
NENG APRIANTI
NENG APRIANTI Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110012 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.e., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram: Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri

26 Desember 2024   18:14 Diperbarui: 26 Desember 2024   18:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ki Ageng Suryomentaram lahir pada 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta. Beliau merupakan anak ke - 55 Sultan Hamengku Buwono VII dari ibu bernama B.R.A. Retnomandoyo, yang merupakan istri golongan kedua (garwo ampyan) Sultan dan putri Patih Danurejo VI. Pada usia 18 tahun, Ki Ageng Suryomentaram diangkat menjadi seorang pangeran yang membuat namanya berubah dari Bendoro Raden Mas Kudiarmaji menjadi Bendoro Pengran Harya Suryomentaram. Gelar ini adalah simbol kebesaran dan tanggung jawab besar dalam kehidupan keraton.

Setelah pengangkatannya itu, Ki Ageng mengalami kekacauan batin yang hebat, karena tekanan batin yang berlarut - larut itulah yang kemudian melahirkan rasa ingin tahu yang begitu besar dalam diri Ki Ageng terhadap masalah kejiwaan dan kebahagiaan manusia, hingga pada akhirnya membuatnya memilih untuk menanggalkan status kepangeranannya dengan semua fasilitas kemewahan yang dia miliki waktu itu. Dengan kemantapan tekad, dia memutuskan meninggalkan keraton untuk mencari hakikat hidup, mengamati dan meneliti perjalanan serta pengalaman hidupnya sendiri, dan setelah melewati pahit getirnya hidup dia akhirnya berhasil menyusun pengetahuan tentang jiwa manusia yang kemudian dia namakan Kawruh Jiwa, atau ilmu tentang jiwa manusia.

Kawruh Jiwa menjadi kontribusi luar biasa Ki Ageng Suryomentaram terhadap pemahaman manusia tentang kebahagiaan dan ketenangan batin. Menurut ajaran ini, kebahagiaan sejati dapat dicapai apabila seseorang mampu menjalani hidup dengan prinsip enam 'sa', yaitu:

  • Sabutuh ('sebutuhnya'): Memenuhi kebutuhan hidup secukupnya, tidak berlebihan atau kurang.
  • Saperlun ('seperlunya'): Melakukan sesuatu berdasarkan tingkat urgensi atau kepentingannya.
  • Sacukup ('secukupnya'): Menghargai apa yang dimiliki tanpa merasa kurang atau berlebih.
  • Sabener ('sebenarnya'): Hidup dengan kejujuran, apa adanya tanpa kepalsuan.
  • Samesthin ('semestinya'): Bertindak sesuai dengan aturan dan kewajaran.
  • Sakepenak ('senyamannya'): Menjalani hidup dengan kenyamanan hati dan pikiran.

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo
Kawruh Jiwa adalah sistem pengetahuan rasional yang memiliki ciri reflektif , karena di dalamnya terliput dimensi rasa atau afeksi, kapasitas psikologis yang dalam tradisi Barat terbedakan secara tegas dengan rasio. Jika rasionalitas Barat berciri self - centered maka rasionalitas Kawruh Jiwa bersifat relationship - centered, karena ciri akomodatifnya yang menempatkan rasa orang lain sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya mencapai kebenaran dan kebahagiaan

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo

Kawruh Jiwa adalah pengetahuan mengenai jiwa. Jiwa adalah sesuatu yang tidak kasat mata (intangible) namun keberadaannya diakui dan dapat dirasakan (saged dipun raosaken). Kawruh jiwa bukan pelajaran tentang baik-buruk (dede wulangan sae-awon). Dalam pelajaran kawruh jiwa juga tidak ada keharusan untuk melakukan atau menolak sesuatu (dede lelampahan utawi sirikan).

Belajar kawruh jiwa adalah belajar mengenai jiwa dengan segala wataknya (meruhi jiwa lan sawateg-wategipun). Dengan belajar kawruh jiwa, diharapkan seseorang dapat hidup jujur, tulus, percaya diri (tatag), tentram, tenang, penuh kasih sayang, mampu hidup berdampingan secara baik dengan sesamanya dan alam lingkungannya, serta penuh rasa damai. Keadaan tersebut akan mengantarkan seseorang kepada kehidupan yang bahagia sejati, tidak tergantung pada tempat, waktu, dan keadaan (mboten gumantung papan, wekdal, lan kawontenan).

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo

Ki Ageng juga memperkenalkan konsep yang dalam Kawruh Jiwa disebut sebagai pangawikan pribadi (pengetahuan diri sendiri) yaitu memahami rasa sendiri dengan benar. Adapun pokok pengetahuan yang wajib dimengerti adalah diri sendiri yang dapat merasakan apa saja , memikirkan apa saja , dan menginginkan apa saja. Sementara metode yang digunakan untuk membuat pengertian benar atas diri sendiri adalah mawas diri. Dalam pangawikan pribadi, Ki Ageng mendorong manusia untuk mengendalikan keinginan terhadap tiga aspek utama, yakni semat (kekayaan, keindahan, dan kesenangan), drajat (kehormatan, kemuliaan, dan kebanggaan), serta kramat (kekuasaan, kepercayaan, dan penghormatan). Dengan mengelola keinginan-keinginan ini secara bijaksana, seseorang dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati.

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo

Prinsip Mulur dan Mungkret yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram merupakan cara pandang terhadap dinamika kehidupan dan kebutuhan manusia. Mulur berarti mengembang, yaitu ketika berbagai kebutuhan baru muncul dan berkembang sebagai respons terhadap pengalaman atau situasi tertentu. Sebaliknya, mungkret berarti menyusut, yaitu ketika kebutuhan yang dianggap tidak penting secara alami dilupakan dan hilang.

Mengakui berlakunya hukum mulur-mungkret ini akan membebaskan kita dari jeratan penyesalan dan kekhawatiran, sebab pada hakikatnya tidak ada bahagia dan celaka yang abadi. Rasa sama (raos sami), yang berarti menyadari bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki pengalaman hidup yang serupa. Setiap orang, pada titik tertentu dalam hidupnya, dapat mengalami kesedihan, kebahagiaan, kesulitan, atau keberuntungan. Ketika kesadaran ini tumbuh, akan muncul rasa empati yang mendalam terhadap sesama. Hal ini mendorong seseorang untuk memahami bahwa bahkan dalam keadaan bahagia sekalipun, ada rasa ketidakpastian atau ketidakamanan yang melekat dalam hidup.

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo


Ki Ageng menekankan pentingnya waspada terhadap empat sifat buruk yang dapat merusak ketenangan hidup:

  • Meri (iri hati): Ketidakmampuan untuk menerima kelebihan orang lain.
  • Pambegan (sombong): Merasa diri lebih baik dari orang lain.
  • Getun (penyesalan): Kecewa terhadap sesuatu yang telah terjadi.
  • Sumelang (kekhawatiran): Merasa was-was terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi.

Karena sifat-sifat tersebut hanya akan melahirkan rasa luka batin (raos tatu), luka batin yang mengganggu kedamaian jiwa dan  celaka berkelanjutan (Ciloko peduwung), dampak buruk yang berulang akibat ketidakseimbangan diri.

"Manusia tanpa identitas" atau dalam istilah resmi kawruh jiwa adalah Menungso Tanpo Tenger (manusia Tanpa Ciri), yaitu manusia yang perilaku dan tindakannya merupakan hasil dari olah rasanya (instuisi) bukan emosi ataupun pemikiran semata. Manusia seperti ini mampu bertindak dengan kesadaran yang mendalam dan bijaksana, tidak terikat pada kepentingan pribadi, ego, atau pengaruh dari luar.

Melalui filosofi manusia tanpa identitas ini menekankan pentingnya melepaskan segala bentuk kemelekatan terhadap identitas, status, atau atribut duniawi, sehingga seseorang dapat hidup dalam kedamaian batin dan bertindak sesuai dengan kebenaran hakiki.

Sumber : Dokpri Prof Apollo
Sumber : Dokpri Prof Apollo

Mawas diri adalah metode " olah rasa " sebagai sarana latihan memilah - milah (milah - milahke) rasa sendiri dan rasa orang lain untuk meningkatkan kemampuan menghayati rasa sendiri dan rasa orang lain sebagai manifestasi tercapainya pertumbuhan dan perkembangan 'manusia tanpa ciri' yang bahagia sejahtera.

Seseorang akan mencapai kondisi bahagia ini ketika dia sanggup membebaskan dirinya dari keinginan - keinginan ( karep ) yang bersumber dari catatan -- catatan dalam pikirannya, sebuah keadaan stabil dan tidak terombang-ambing oleh berbagai keadaan yang ada, sebuah kebahagiaan yang tidak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan (mboten gumantung wekdal , papan , lan kawontenan). Proses mencapai kebahagiaan ini dapat dijelaskan melalui tiga tahapan utama dalam Kawruh Jiwa, Nyowong Karep (Mengosongkan Keinginan), Memandu Karep (Mengarahkan Keinginan), Membebaskan Karep (Melepaskan Keinginan Secara Total).

WHY?

Prinsip enam 'sa' yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan untuk diterapkan dalam konteks Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri karena prinsip-prinsip ini memberikan landasan moral dan psikologis yang kuat untuk mencapai keseimbangan, integritas, dan kedamaian dalam kehidupan pribadi dan profesional. Berikut adalah alasan mengapa prinsip-prinsip ini perlu diterapkan:

1. Sabutuh ('Sebuthunya') -- Memenuhi Kebutuhan Hidup Secukupnya

Dalam dunia audit pajak, ada tekanan untuk selalu lebih dan lebih dalam memenuhi target atau harapan. Namun, prinsip sabutuh mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam keinginan yang berlebihan, baik itu dalam hal keuntungan finansial maupun dalam pencapaian karir. Seorang auditor atau pemimpin dalam dunia pajak perlu mengelola kebutuhan dan harapan mereka secara realistis, sehingga tidak terperangkap dalam siklus keinginan yang tiada habisnya yang bisa mengarah pada stres atau ketidakseimbangan.

Prinsip ini mengingatkan untuk menetapkan standar yang masuk akal, baik dalam pencapaian profesional maupun dalam kehidupan pribadi. Hal ini juga menghindarkan kita dari godaan untuk melakukan penipuan atau manipulasi dalam proses audit demi mendapatkan keuntungan lebih.

 2. Saperlun ('Seperlunya') -- Bertindak Berdasarkan Tingkat Kepentingan

Dalam dunia audit pajak, terdapat banyak informasi dan data yang harus diproses, namun tidak semuanya memiliki urgensi yang sama. Prinsip saperlun mengajarkan kita untuk memprioritaskan apa yang benar-benar penting dan mendesak. Hal ini penting untuk memastikan efisiensi dalam bekerja, tanpa terburu-buru dalam mengejar hasil atau terbebani oleh tugas-tugas yang tidak penting.

Dengan menerapkan prinsip ini, auditor atau pemimpin akan lebih mampu fokus pada apa yang relevan dan mendasar, sehingga proses audit dapat berjalan dengan lancar, objektif, dan menghasilkan keputusan yang tepat sesuai dengan kepentingan yang sesungguhnya.

 3. Sacukup ('Secukupnya') -- Menghargai Apa yang Dimiliki Tanpa Merasa Kurang atau Berlebih

Dalam transformasi audit pajak, sering kali terjadi perasaan kurang atau tidak cukup terhadap sumber daya atau hasil yang dicapai. Prinsip sacukup mengajarkan untuk menghargai dan memanfaatkan sumber daya yang ada dengan bijaksana tanpa merasa terbebani oleh keinginan yang tidak realistis. Hal ini sangat penting untuk menghindari sikap konsumtif atau berlebihan dalam menghadapi tantangan profesi.

Dalam konteks memimpin diri sendiri, sacukup mengingatkan kita untuk menerima kondisi diri apa adanya, baik itu dalam kekurangan atau kelebihan, sehingga kita dapat terus bergerak maju dengan penuh rasa syukur dan keseimbangan batin. Ini membantu menjaga kestabilan mental dalam menghadapi tantangan sehari-hari.

4. Sabener ('Sebenernya') -- Hidup dengan Kejujuran

Prinsip sabener atau hidup dengan kejujuran adalah pilar utama dalam profesi audit pajak. Integritas seorang auditor sangat bergantung pada seberapa jujur dan objektif mereka dalam menjalankan tugas. Dalam menghadapi tekanan atau godaan untuk melakukan manipulasi data, prinsip ini mengingatkan untuk selalu bertindak dengan kejujuran tanpa kepalsuan, dan selalu berpegang pada prinsip moral yang benar.

Sebagai seorang pemimpin dalam diri sendiri, ini berarti kita harus selalu jujur dengan diri sendiri, mengakui kelemahan dan kekuatan kita, serta bertindak sesuai dengan kebenaran, tanpa terjebak dalam ilusi atau kepentingan pribadi yang dapat merusak integritas.

 5. Samesthin ('Semestinya') -- Bertindak Sesuai dengan Aturan dan Kewajaran

Prinsip ini mengajarkan kita untuk bertindak dengan adil, rasional, dan sesuai dengan norma yang berlaku. Dalam transformasi audit pajak, auditor harus mengikuti standar profesional dan regulasi yang berlaku tanpa kompromi. Tindakan yang diambil dalam audit haruslah sesuai dengan kode etik profesi dan hukum yang berlaku.

Bagi seorang pemimpin dalam diri sendiri, samesthin mengajarkan pentingnya bertindak dengan kewajaran, tidak terburu-buru atau mengikuti ego pribadi, dan senantiasa menilai setiap tindakan berdasarkan kebenaran dan keadilan. Dengan demikian, kita akan memperoleh hasil yang lebih berkelanjutan dan penuh kedamaian batin.

 6. Sakepenak ('Senyamannya') -- Menjalani Hidup dengan Kenyamanan Hati dan Pikiran

Prinsip sakepenak sangat penting dalam dunia profesional yang penuh tekanan seperti audit pajak. Transformasi yang terjadi dalam dunia pajak dan sistem perpajakan dapat membuat seseorang merasa cemas atau tertekan. Namun, dengan menerapkan prinsip ini, seorang auditor atau pemimpin dapat menjaga ketenangan batin, tidak terbawa oleh kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan.

Memimpin diri sendiri dengan prinsip sakepenak berarti menciptakan keadaan batin yang tenang dan nyaman, meskipun dunia luar sering kali penuh dengan tantangan dan perubahan. Kebahagiaan dan kedamaian batin ini membantu seseorang untuk tetap fokus, efisien, dan bijaksana dalam menghadapi keputusan dan tantangan.


HOW?

Prinsip-prinsip Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan diterapkan dalam Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri karena mengedepankan keseimbangan, integritas, dan kedamaian batin. Berikut penerapannya secara singkat:

  1. Sabutuh (Secukupnya): Dalam audit pajak, prinsip ini mengajarkan auditor untuk memfokuskan pada kebutuhan yang relevan dan tidak berlebihan dalam pengumpulan data atau keputusan. Dalam memimpin diri sendiri, ini mengajarkan untuk hidup sederhana dan cukup, tanpa merasa kekurangan atau berlebihan.
  2. Saperlun (Seperlunya): Auditor pajak harus memprioritaskan tugas yang paling mendesak. Untuk memimpin diri, kita diajarkan untuk bertindak berdasarkan urgensi, menghindari pemborosan waktu dan energi.
  3. Sacukup (Secukupnya): Dalam audit pajak, ini mengajarkan untuk menghargai apa yang ada dan tidak berlebihan. Dalam memimpin diri, ini berarti merasa cukup dengan apa yang dimiliki, membawa kedamaian batin.
  4. Sabener (Sebenernya): Kejujuran adalah landasan dalam audit pajak, di mana auditor harus objektif dan transparan. Dalam memimpin diri, hidup dengan kejujuran membawa integritas dan ketenangan.
  5. Samesthin (Semestinya): Auditor pajak harus bertindak sesuai aturan dan standar yang ada. Dalam memimpin diri, bertindak sesuai dengan kewajaran dan aturan menjaga kedamaian hidup.
  6. Sakepenak (Senyamannya): Auditor yang tenang dan tidak terbebani akan lebih objektif. Untuk memimpin diri, ini mengajarkan pentingnya keseimbangan emosional dan hidup dengan kenyamanan batin tanpa terbebani.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, baik dalam audit pajak maupun memimpin diri sendiri, seseorang dapat mencapai kehidupan yang lebih seimbang, etis, dan penuh kedamaian batin.


Kesimpulan :

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan Kawruh Jiwa, sebuah sistem pengetahuan yang menekankan pada keseimbangan batin, kebahagiaan sejati, dan pengelolaan diri dengan prinsip-prinsip kehidupan yang sederhana namun dalam. Prinsip-prinsip enam 'sa' yang beliau ajarkan---Sabutuh (memenuhi kebutuhan secukupnya), Saperlun (bertindak sesuai urgensi), Sacukup (menghargai apa yang dimiliki), Sabener (hidup dengan kejujuran), Samesthin (bertindak sesuai aturan), dan Sakepenak (menjalani hidup dengan kenyamanan batin) yang sangat relevan dalam konteks dunia profesional, terutama dalam transformasi audit pajak dan kepemimpinan diri.

Dalam dunia audit pajak, prinsip-prinsip ini membantu auditor untuk menjaga integritas, efisiensi, dan objektivitas dalam tugas mereka, sambil menghindari kecenderungan untuk terjebak dalam keinginan yang berlebihan atau penipuan. Prinsip-prinsip ini juga mengajarkan pentingnya pengelolaan kebutuhan dan prioritas yang realistis, menjaga keseimbangan emosional, serta bertindak dengan kejujuran dan kewajaran.

Bagi seorang individu yang memimpin dirinya sendiri, prinsip-prinsip ini memberikan panduan untuk mencapai ketenangan batin, kebahagiaan sejati, dan kehidupan yang tidak tergantung pada faktor eksternal seperti status atau pencapaian materi. Dengan menerapkan ajaran Ki Ageng Suryomentaram, seseorang dapat mengembangkan kapasitas untuk mengelola keinginan, memelihara keseimbangan, dan bertindak dengan integritas, sehingga dapat mencapai kehidupan yang lebih seimbang, damai, dan bermakna baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Secara keseluruhan, ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengajak kita untuk hidup dengan kesederhanaan, kejujuran, dan kedamaian batin, yang pada gilirannya dapat memperbaiki kualitas hidup kita, baik dalam konteks pribadi maupun dalam menjalani profesi seperti audit pajak.


Sumber :

  • Ahmad, S. W. (2020). Ilmu bahagia Ki Ageng Suryomentaram: Sejarah kisah dan ajaran kemuliaan. Araska
  • Afif, A., & dkk. (2019). Rasio sebagai pedoman, rasa sebagai acuan: Konseptualisasi dan aktualisasi filsafat kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Basabasi
  • Afif, A. (2020). Psikologi Suryomentaraman. Indonesia: IRCiSoD
  • Modul Kuliah 15 Pemeriksaan Pajak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun