Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan suatu hasil cerminan dari kondisi keuangan perusahaan dalam periode tertentu, yang mencerminkan apakah perusahaan telah mencapai target yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan, karena pengukuran tersebut dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bergantung pada sudut pandang yang diambil dan tujuan analisis.
Pengukuran kinerja keuangan suatu perusahaan khususnya bank dapat dilakukan dengan mengukur tingkat pengembalian aset atau return on asset (ROA), dan laba atas ekuitas atau return on equity (ROE). Return on asset (ROA) dapat digunakan untuk menilai kondisi rentabilitas perbankan di Indonesia termasuk perbankan syariah (Mardiana, 2018:152). semakin tinggi nilai ROA yang dihasilkan oleh bank, maka semakin besar bank mendapatkan keuntungan sehingga jika dilihat dari pengguna aset juga semakin baik (Pamungkas, 2018).
Return on Equity (ROE) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal yang dimilikinya (Sari & Giovanni, 2021:77). ROE merupakan alat ukur profitabilitas suatu perusahaan yang penting dari kacamata para pemegang saham atau investor. Semakin tinggi nilai ROE perusahaan, maka semakin baik kinerja perusahaan yang berdampak pada semakin besar tingkat pengembalian (return) (Ash-Shiddiqy, 2019:121).Â
Corporate Governance
Corporate Governance merupakan suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai keseimbangan antara kewenangan perusahaan dan pertanggungjawaban kepada stakeholder (I. P. Sari, 2021). Corporate Governance merupakan konsep untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui pengawasan dan penjaminan akuntabilitas.Â
Konsep dan penerapan Corporate Governance sangat penting, karena dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya, yaitu intermediasi keuangan, lembaga keuangan pada umumnya dan lembaga keuangan syariah pada khususnya, berhadapan dengan berbagai macam risiko, seperti risiko operasional, risiko pasar, risiko pembiayaan, hingga risiko reputasi. Oleh karena itu, lembaga keuangan harus dikelola dengan sangat hati-hati oleh manajemen yang profesional dan integritas tinggi (Muhammad, 2019:370).
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan (Widyaningsih, 2017). Industri perbankan syariah dalam penerapan GCG berlandaskan pada Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mana di jelaskan bahwa GCG adalah tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (profesional), dan kewajaran (fairness).Â
Pelaksanaan Corporate Governance
Dua Partisipan prinsipal dan agen menyebabkan timbulnya permasalahan tentang mekanisme yang harus dibentuk untuk menyelaraskan yang berbeda di antara keduanya, maka muncul pelaksanaan Corporate Governance. Pelaksanaan tata kelola perusahaan akan mengurangi perampasan sumber daya bank dan mempromosikan efisiensi bank (Nisa, 2020:30).
Corporate Governance untuk bank syariah wajib berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan yang terkait dengan pelaksanaan GCG. Selain itu, dalam pelaksanaan GCG, industri perbankan syariah juga harus memenuhi prinsip syariah (Prabowo, 2016). Sehingga pelaksanaan Corporate Governance yang menjadi indikator dari GCG dalam penelitian ini yaitu nilai komposit self assessment GCG.
Self assessment GCG merupakan penilaian atas pelaksanaan GCG, yang terdiri dari 11 faktor penilaian, di antaranya:
- Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris.
- Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi.
- Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komiter.
- Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah.
- Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa.
- Penanganan benturan kepentingan.
- Penerapan fungsi kepatuhan.
- Penerapan fungsi audit intern.
- Penerapan fungi audit ekstern.
- Batas maksimum penyaluran dana.
- Transparansi kondisi keuangan dan non keuangsn BUS, laporan pelaksanaan GCG serta pelaporan internal.
Self assessment menurut surat edaran Bank Indonesia dari setiap GCG yang dilakukan oleh perbankan syariah harus mencakup 11 faktor penilaian di atas yang selanjutnya akan dijadikan sebagai nilai komposit peringkat pelaksanaan GCG. Dari nilai ini akan diketahui bagaimana kualitas dari pelaksanaan GCG di tiap perbankan.
Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.18/POJK.03/2016 menyebutkan bahwa manajemen risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank (OJK, 2016). Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk melakukan tindakan terkait risiko yang dihadapi.
Manajemen risiko dalam perbankan Islam merupakan kegiatan usaha bank yang masih dapat dikendalikan dan diterima menguntungkan, tetapi bank dengan struktur pasar, ukuran, dan tingkat kompleksitas usaha yang berbeda tidak semuanya menggunakan sistem manajemen risiko yang sama.
Pengaturan manajemen risiko perbankan syariah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang dijelaskan bahwa kegiatan usaha perbankan tidak terlepas dari risiko yang dapat mengganggu kelangsungan  bank. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh perbankan syariah untuk memitigasi risiko harus mempertimbangkan kesesuaian dengan prinsip syariah. ada sepuluh risiko yang dihadapi bank syariah berdasarkan Peraturan OJK No.65/POJK.03/2016 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di antaranya:
- Risiko Kredit
- Risiko Pasar
- Risiko Likuiditas
- Risiko Operasional
- Risiko Hukum
- Risiko Reputasi
- Risiko Strategik
- Risiko Kepatuhan
- Risiko Imbal Hasil
- Risiko Investasi
Risiko-risiko yang disebutkan dalam POJK tersebut, ada risiko yang terkait dengan perbankan syariah yaitu: risiko kredit (pembiayaan), risiko likuiditas, dan risiko operasional.
- Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati, termasuk risiko kredit akibat kegagalan debitur, risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk (POJK, 2016).Â
- Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan, tanpa mengganggu aktivitas bank dan kondisi keuangan (POJK, 2016).
- Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank (POJK, 2016).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H