Mohon tunggu...
Arunika Rintani
Arunika Rintani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sosok yang lahir di Ujung Utara Pulau Dewata. Dengan Sejuta Mimpi Dengan Sejuta Cerita Lewat literasi dengan nama pena "Arunika Rintani" Berkarya dan Berekspresi Serta Berkreativitas ☺️

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Ironi Lantunan Syahdu: Ketika Lirik Cinta Duniawi Berselubung Nasyid dan Qosidah

17 Januari 2025   08:51 Diperbarui: 17 Januari 2025   08:51 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam hidup seorang santri, seni adalah bagian dari dakwah, lantunan nasyid, qosidah, dan rebana adalah wahana untuk menyampaikan pesan kebaikan. Setiap nada yang dinyanyikan adalah doa, setiap lirik yang dilafalkan adalah harapan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, sebagai seorang santri yang belajar memahami makna di balik kata-kata, fenomena terkini menghadirkan keprihatinan mendalam: banyak lagu-lagu qosidah, rebana, bahkan nasyid Islami yang liriknya ternyata justru mengagungkan cinta duniawi dan hawa nafsu, tanpa disadari oleh penyanyi maupun pendengarnya.

Bahasa Arab yang Dipuja Tanpa Dipahami

Bahasa Arab memiliki tempat istimewa di hati umat Islam. Ia adalah bahasa wahyu, bahasa Al-Qur'an, bahasa yang menjadi jembatan antara hamba dengan Tuhannya. Namun, keindahan ini kerap disalahpahami. Banyak orang yang menyangka bahwa semua yang berbahasa Arab secara otomatis Islami, mulia, dan suci. Padahal, tidak semua syair Arab mengandung pesan tauhid.

Penyanyi qosidah dan nasyid sering kali melantunkan lagu-lagu berbahasa Arab tanpa menyadari maknanya. Mereka menyanyikannya karena terdengar indah, tanpa mengkaji lebih dalam apakah lirik tersebut mengajak pada kebaikan atau justru memuja cinta duniawi yang jauh dari nilai-nilai Islam.

Allah SWT memperingatkan kita untuk tidak mengikuti sesuatu tanpa ilmu:

>

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

(QS. Al-Isra: 36)

Lagu-lagu tersebut tidak lagi menjadi media dakwah, melainkan jebakan halus yang membawa pendengar ke dalam romantisme cinta duniawi. Melodi yang seharusnya menggetarkan hati untuk mengingat Allah, justru menjadi hiburan semu yang menggerus nilai-nilai spiritual.

Kejahilan dalam Seni Islami

Sebagai seorang santri, saya diajarkan bahwa ilmu adalah cahaya. Namun, bagaimana jadinya jika seni Islami diracuni oleh kejahilan? Banyak penyanyi yang tidak memahami lirik yang mereka lantunkan. Mereka terpesona oleh melodi, tanpa peduli makna. Padahal, setiap kata yang keluar dari lisan kita akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Nasyid dan qosidah seharusnya menjadi wasilah (sarana) untuk menyampaikan pesan tauhid dan akhlak mulia. Namun, fenomena ini menunjukkan bagaimana seni Islami bisa berubah menjadi sarana pemujaan hawa nafsu jika tidak disertai ilmu. Allah SWT telah mengingatkan kita agar tidak terjebak dalam perangkap duniawi:

>

"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tenteram dengan kehidupan itu, serta orang-orang yang lalai terhadap ayat-ayat Kami."

(QS. Yunus: 7)

Daya Tarik yang Menipu

Lagu-lagu qosidah dan nasyid sering kali disajikan dengan instrumen rebana yang memikat, menciptakan suasana syahdu yang menenangkan hati. Namun, di balik keindahan itu, liriknya bisa saja membawa pesan yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Misalnya, banyak lagu qosidah yang sebenarnya bukan pujian kepada Allah atau Rasul-Nya, melainkan glorifikasi cinta duniawi. Syair-syair tersebut penuh metafora yang memuja seseorang secara berlebihan, menciptakan gambaran cinta yang tidak hakiki.

Sebagai santri, saya melihat ini sebagai bentuk degradasi seni Islami. Seni yang seharusnya menjadi alat untuk menguatkan iman, kini berubah menjadi kendaraan hawa nafsu.

Tanggung Jawab Penyanyi dan Pendengar

Seorang penyanyi nasyid atau qosidah bukan hanya seorang seniman, tetapi juga seorang penyampai pesan. Mereka memikul tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa lirik yang mereka bawakan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Tidak ada alasan untuk menyanyikan lagu tanpa memahami maknanya.

Di sisi lain, pendengar juga harus lebih kritis. Kita tidak boleh mudah terpesona oleh keindahan melodi tanpa memahami isi liriknya. Allah SWT telah memberi kita akal untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk.

>

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."

(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Kembali ke Esensi Seni Islami

Sebagai santri, saya percaya bahwa seni Islami harus kembali kepada esensinya: menyampaikan pesan kebaikan, memperkuat iman, dan mendekatkan manusia kepada Allah. Seni tidak boleh menjadi sarana untuk memuja hawa nafsu atau mengejar popularitas semu.

Mari kita renungkan, apakah yang kita lantunkan hari ini mendekatkan kita kepada Allah, atau justru menjauhkan kita dari-Nya? Setiap bait yang kita nyanyikan akan menjadi saksi di akhirat kelak.

Semoga kita semua, baik penyanyi maupun pendengar, selalu diberi hidayah untuk memilih jalan yang benar. Jangan biarkan seni Islami kehilangan maknanya. Kembalilah pada esensi, jadilah insan yang menjadikan seni sebagai ibadah, bukan sekadar hiburan.

Mari kita lantunkan nasyid, qosidah, dan rebana yang benar-benar mendekatkan jiwa kepada Sang Pencipta, bukan yang menyelubungi cinta duniawi dalam syahdu melodi.

"Seni tanpa ilmu adalah hampa, melodi tanpa makna adalah dusta. Dakwah adalah amanah, bukan jalan menuju popularitas semu."

Hak Cipta 2025 Arunika Rintani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun