Pendidikan: Antara Mimpi dan Realitas
Jika pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu masa depan, maka kunci itu harus bisa dipegang oleh semua anak bangsa, tanpa terkecuali. Guru honorer membutuhkan dukungan nyata, mulai dari kenaikan gaji, pelatihan, hingga fasilitas yang memadai. Siswa di pedalaman memerlukan akses ke teknologi yang layak, transportasi yang aman, dan kurikulum yang sesuai dengan kondisi mereka.
Tidak semua anak Indonesia memiliki hak istimewa untuk mengenal teknologi sejak dini. Pemerintah harus menyadari bahwa kurikulum berbasis teknologi tidak akan efektif jika infrastruktur dasar seperti listrik, internet, dan perangkat digital belum merata. Sebaliknya, kurikulum harus dirancang fleksibel, mampu menjawab kebutuhan lokal, dan tidak memaksakan standar yang hanya relevan bagi daerah perkotaan.
Seperti dalam bait sajak ini:
Di desa kecil, mimpi terpupuk,
Meski hidup serba cukup.
Pendidikan sejati bukan teknologi semata,
Tapi keberanian mengubah dunia.
Merajut Asa, Meratakan Harapan
Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas kolektif kita sebagai bangsa. Orang tua, guru, masyarakat, dan pemimpin harus bersama-sama menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif dan merata. Anak-anak desa harus diperlakukan setara dengan anak-anak kota, dengan akses yang sama terhadap peluang belajar dan berkembang.
Masa depan bangsa ini terletak di tangan generasi muda. Jika cermin masa depan itu retak, tugas kita adalah memperbaikinya. Jangan biarkan ketimpangan ini terus berlanjut, meninggalkan luka yang diwariskan pada generasi mendatang.