Penangkapan aktifis kembali terjadi oleh aparat Kepolisian. Saat terjadi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Sari Labuna (21) tahun, aktivis mahasiswi Makassar ini akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian Poltabes Makassar pada Sabtu (10/10).
Pasal yang disangkakan terhadap Sari Labuna oleh Kepolisian kepada Sari Labuna disangkakan pasal 214 KUHP dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Penangkapan ini tidak hanya terjadi terhadap Sari Labuna, sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara kritis rakyat terhadap pemerintah dan DPR RI yang mengesahkan UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, pada demo penolakan pengesahan RUU KPK ada Lufhi Alfiandi pelajar STM pembawa bendera Indonesia pada tanggal 30 September 2019 juga dijadikan tersangka oleh aparat kepolisian dengan dakwaan dugaan melawan aparat penegak hukum. Lufhi Alfiandi telah divonis 4 tahun penjara.
Penangkapan Sari Labuna seperti Kasus Lufhi Alfiandi akan diulang oleh aparat kepolisian untuk menghentikan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja. Dan masih banyak lagi kasus penangkapan seiring makin meluasnya aksi penolakan di 34 Provinsi.
Ditelusuri berdasarkan pemberitaan berbagai media. Sari Labuna adalah jendral lapangan yang melakukan longmarch bersama mahasiswa lainnya. Dalam aksi memberikan sindiran berupa teatrikal mengusung keranda mayat dengan menempelkan gambar Puan Maharani sebagai bentuk pesan telah matinya nurani ketua DPR RI.
Aksi teatrikal keranda mayat dengan menempel bergambar Ketua DPR RI Puan Maharani bagian dari seni menyampaikan pesan dalam unjuk rasa. Tapi ini berujung kepada penangkapan aktivis dan akan diproses oleh aparat kepolisian dan akan disidang di pengadilan.
Ini adalah bentuk pembungkaman penguasa melalui aparat kepolisian dengan dalih penghasutan menggunakan pasal 214 KUHP dan pasal 160 KUHP. Ini menjadi senjata dan ciri khas Pemerintahan Jokowi dengan partai penguasa dari PDI Perjuangan.
Aksi teatrikal keranda mayat ini menjadi tragedi mematikan suara kritis terhadap pemerintah berkuasa.
Mengenang Aksi Teatrikal 100 Hari SBY-Boediono
Aksi unjuk rasa ini, tidak berujung kepada penangkapan oleh aparat kepolisian. Aksi unjuk rasa bagian dari bentuk demokrasi dan juga penyampaian aspirasi rakyat terhadap pemerintahan.
Pada masa pemerintahan SBY aparat kepolisian menjadi pengawal rakyat untuk menyampaikan suara kritis dengan berbagai bentuk pesan melalui aksi teatrikal dalam demo. Tidak ada dan hampir tidak terjadi penangkapan dengan dugaan penggunaan pasal penghasutan, pemukulan kepada demonstran. Â
Keranda Mayat Berujung Penjara Tolak UU Cipta Kerja
Sari Labuna yang menjadi jenderal lapangan Barisan Rakyat Bergerak (BAR-BAR), melakukan demo demi tolak UU Cipta Kerja dengan aksi teatrikal keranda mayat berujung petaka.
Penetapan Sari Labuna sebagai tersangka menjadi noda hitam bagi kebebasan menyampaikan pendapat dan demokrasi. Bersamanya, ada lima tersangka yang ditetapkan oleh kepolisian dengan inisial K, Ince, N alias Y, MF, D dengan pasal yang ditetapkan berbeda.
Tragedi penangkapan untuk membungkam suara kritis rakyat dan mahasiswa. Semestinya tidak terjadi kembali oleh aparat kepolisian guna membungkam aspirasi rakyat, mahasiswa. Tentu ini adalah kemunduran berdemokrasi dan kembalinya cara represif seperti Orde Baru dan Orde Lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H