Sementara itu, masyarakat sebagai pengguna internet memegang peran utama dalam menentukan bagaimana internet digunakan. Menurut Dedy, masyarakat perlu menyadari bahwa setiap tindakan di dunia maya memiliki konsekuensi nyata. Oleh karena itu, budaya digital yang beretika harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, seperti menghargai privasi orang lain, tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi, dan menggunakan internet untuk hal-hal produktif.
Salah satu aspek penting dalam membangun masyarakat digital yang cerdas adalah melalui pendidikan. Dedy mengusulkan agar literasi digital dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar generasi muda tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga mampu menciptakan inovasi yang berdampak positif.
Sebagai contoh, anak-anak dan remaja perlu diajarkan tentang keamanan daring, bagaimana mengidentifikasi informasi yang valid, serta etika dalam berkomunikasi di dunia maya. Dengan cara ini, generasi penerus dapat memanfaatkan internet sebagai alat pembangunan, bukan sebagai sumber masalah.
Lebih lanjut, Dedy Permadi menegaskan bahwa transformasi digital di Indonesia harus berbasis pada nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Internet harus digunakan untuk memperkuat persatuan, menyebarkan nilai-nilai positif, dan mendukung pembangunan nasional. "Digitalisasi tidak boleh hanya mengejar teknologi semata, tetapi harus membawa dampak sosial yang baik," ungkapnya dalam sebuah forum diskusi.
Sebagai contoh, platform digital dapat digunakan untuk mempromosikan budaya lokal, memberdayakan usaha kecil dan menengah (UKM), serta memperluas akses layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, internet tidak hanya menjadi alat konsumsi, tetapi juga instrumen untuk menciptakan perubahan yang lebih besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H