Warung mak Ijah sudah ramai. Menu gorengan adalah yang di tunggu.
Ipul menuangkan kopi panas dari gelas ke piring tatakan, setelah menyeruput sedikit kopi lalu mencomot pisang goreng yang masih mengepul.
"Besok udah pemilu, masih sepi-sepi aja nih." Ipul membuka obrolan.
"Tidak biasa memang, apa karena ada KPK?" Timpal Iwan.
"Ah, bodo amat di jaman sekarang kita butuh ini." Ipul menggesekan jari-jarinya. "Mereka cari kursi, kita yang di bawah juga butuh makan sehari-hari."
Orang di sekitar faham arah obrolan Ipul, tidak lain uang dan sembako dari para calonn pejabat.
"Iya juga sih... kalau mereka sudah jadi pejabat, mana ingat mereka sama kita, jangankan bagi-bagi uang, mobilnya melintas di jalan raya saja kita di usirnya," timpal Iwan kembali.
"Nah... lima tahun sekali kita menikmati uang meraka, selebihnya... mereka sejahtera, kita tetap sengsara, cari kerja susah! BBM naik, semua serba mahal!"
(Sekelumit obrolan rakyat yang tidak di dengar pejabat)
Di dalam momentum perhelatan akbar seperti PILPRES, PILKADA maupun tingkat PILKADES, yang merupakan pesta demokrasi untuk rakyat, masih menyimpan satu kegundahan yaitu adanya politik uang yang lajim di kenal dengan. "Serangan fajar"