Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

1.200 Detik bersama Sang Hubabah

27 Oktober 2024   11:34 Diperbarui: 28 Oktober 2024   05:05 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sudut Rumah kayu menjadi saksi Memori bersama sang Hubabah. ( sumber Fohoto Dok Pribadi)

Rasa penasaranku semakin membuncah, pada akhirnya aku bertanya kepada si empunya rumah yang tidak lain beliau adalah Ustadzah Mustika Hima A Zaini. Beliau bilang "Itu Hubabah Faurah Al Habsyi," jawab beliau. "Owh ... Hubabah." Aku mengulang kalimatnya.

Pernah aku membaca tulisan tentang seorang "Hubabah" karena Hubabah itu sendiri artinya adalah "kekasih, Dicintai" itulah yang aku tahu dari kamus daring Arab-indonesia Maany. Berasal dari kata 'Hub' yang bermakna cinta.

Aku beranikan diri meminta ijin untuk mendekati beliau dengan berbekal sebotol air mineral, aku beringsut mendekatinya.

Kuucapkan salam, kucium punggung tangannya dengan takdzim, dari bisik-bisik yang kudengar beliau senang mendengarkan cuhatan hati orang lain. Akan tetapi, bagaimana aku memulai? Sementara aku belum pernah mengenalnya?

Sudut Rumah kayu menjadi saksi Memori bersama sang Hubabah. ( sumber Fohoto Dok Pribadi)
Sudut Rumah kayu menjadi saksi Memori bersama sang Hubabah. ( sumber Fohoto Dok Pribadi)

Senyum menghiasi kedua sudut bibir sang Hubah, seraya berucap. "Kenapa? Ada apa?" entah apa yang kurasa saat itu. sapaannya saja sudah membuatku bergetar, padahal hanya sapaan biasa.

Sepatah kata mulai keluar dari mulutku. Ah! Suaraku tercekat di tenggorokan. Semua selaksa seolah berebut ingin keluar dari dalam dada. sejenak diamku menjeruji, untuk sekedar menarik nafaspun rasanya sulit. Sesak sekali.

Kupeluk lutut Hubabah, dengan posisi aku berimpuh di bawah tempatnya duduk. Menahan bulir bening dari ceruk mataku agar tak berurai.

Aku mulai bercerita meski terbata. Entah jelas atau tidak ucapanku, yang pasti Hubabah dapat menangkap keluh kesah yang kurasakan. Berbagai nasihat mengalir bak air gunung yang menyirami tanah gersang. Sejuk dan menyejukkan.

"Kamu sebagai perempuan harus, Pintar, kuat dan mandiri, ajaran dan contoh nyatalah yang akan menjadi warisan untuk anak-anak kelak." Nasihat sederhana yang keluar dari seorang Hubabah. Seorang wanita paruh senja yang di hormati banyak orang. Cucu dari habib Ali Alhabsyi/ Ali Kwitang. ulama dan habaib termashur di tanah air. Memberikan satu nasihat untukku yang bukan siapa-siapa bahkan baru sepersekian detik mengenalnya.

Untuk sebagian orang mendengarkan nasihat itu hal yang lumrah dan biasa. Namun, nasehat sederhana itu terasa begitu bermakna dan aku sering kali mendengar apa yang Hubabah ucapkan. Tapi entahlah perasan yang sulit kuartikan berkecamuk dalam dadaku saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun