Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sapu Tangan Usang

24 April 2024   14:54 Diperbarui: 24 April 2024   15:02 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Bing Image Kreator digital Ai

Nenek mengangguk dan meraih tubuhku dalam pelukan lembutnya.

Sumber Gambar Bing Image Kreator digital Ai
Sumber Gambar Bing Image Kreator digital Ai

*****

Hari ini usiaku genap 17 tahun. Usia yang diidamkan para gadis remaja. Tapi tidak untukku. Hidupku tidak seberuntung mereka yang mampu tertawa dalam lingkaran persahabatan, merasakan asam manisnya cinta, atau jalan- jalan mencari makanan kesukaan mau pun sekedar menyalurkan hobi. Di usiaku saat ini, aku hanya berfikir, apa yang aku bisa, apa yang aku miliki dan apa yang akan aku lakukan.

Kuseka air mata yang mengalir. wajah tua nenek yang masih lincah, membuat aneka makanan untuk kubawa dan di titipkan ke warung-warung saat aku berangkat sekolah nanti.

Di tempat kami yang baru tidaklah lebih baik dari yang dulu. Nenek telah menjual sepetak tanah yang ia miliki. Uang hasil penjualan hanya bisa untuk membeli rumah dengan atap yang sangat panas jika siang hari dan penuh dengan bocor jika musim penghujan datang. Egoku untuk mendapatkan tempat yang lebih tenang. Justru membuat wanita tua di hadapanku ini menjadi lebih tidak tenang dalam menjalani hidup, baik siang maupun malam.

Hati kecilku bertekad untuk merubah keadaan ini. Kecerdasan dalam memaknai hidup, mungkin hanya itu yang aku miliki dan kuanggap sebagai keberuntungan dalam hidupku.

***

Mentari siang ini menunjukan keangkuhannya. Sinar teriknya mampu membuat tubuhku penuh peluh, namun hal itu tidak membuat bibirku mengeluarkan keluh.

"Berapa per-jamnya, Pak. Berikut print out?" tanyaku kepada penjaga warnet yang kulewati sepulang sekolah.

"5000, Neng, kalau sama print out tambah 2000," jawab bapak itu ramah. Lalu memberikan nomor komputer yang kososng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun