"Di sini?" Tania mengulang ucapan gadis yang masih duduk tanpa bergeser sedikitpun.
"Ya... Kaka sudah membuang rumahku," Tania semakin bingung di buatnya. Angin malam yang semula di rasa dingin tiba-tiba berganti dengan hawa panas yang menyergap hingga ke wajah.
Gadis itu menganggkat sedikit kepalanya dan menoleh ke arah Tania. Wajah pucat itu seperti tidak asing bagi Tania, tapi di mana ia pernah bertemu?
Lolongan suara anjing liar terdengar. Tangan kiri Tania meraba tengkuk, bulu kuduknya berdiri sementara tangan kanan meyapu wajah, seraya mencoba megingat bias wajah di hadapannya.
Tania menatap dalam sosok yang semakin jelas penampakannya, wajahnya pucat, garis alis kecil dan tegas, hidung mancung. Rambut pirang lurus tergerai, tatapan mata yang kosong dan gaun putih lusuh dan panjang menutupi seluruh tubuh gadis kecil itu hingga tidak tampak kedua kakinya. Hanya untaian gaun hingga mencapai rumput taman.
"Sebaiknya kamu ikut aku ke dalam, tidak baik udara malam di luar rumah," ucap Tania.
Gadis kecil usia sekitar 12 tahun itu menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa berdiri," ucapnya pelan.
"Kenapa?"
Tanpa bicara gadis itu menyibakkan gaun yang ia kenakan. Kedua tangan Tania menutup mulut ia terkejut melihat gadis bernama Clara itu hanya memiliki satu kaki.
"Clara! Apa yang sudah terjadi denganmu?" seru Tania.