Namun takdir berkata lain, semua tidak sesuai dengan apa yang di bayangkan, sekarang ia di tuduh sebagai pencuri, dan anak-anak menjadi korban.
Semua tidak ada yang mau mendengar penjelasannya, meski ibu muda tersebut sudah berkali menjelaskan dengan berurai air mata.
"Baik, Pak... jika memang saya harus di penjara, tapi... saya mohon ijinkan saya pulang terlebih dahulu, di rumah anak-anak saya masih sangat kecil untuk di tinggal tanpa berpamitan," ujarnya setengah mengiba.
"Tidak perlu banyak alasan!" ucap penjaga kantor polisi tersebut seraya mendorong wanita itu ke dalam sel sempit.
"Ya.... Allah aku titip anak-anakku, Kau yang maha segalanya," gumamnya setelah merasa lelah menangis dan berteriak.
Sementara Anisa, bocah yang belum memahami kerasnya kehidupan tapi sudah merasakan pahitnya kemiskinan, ia terus memandang ke ujung jalan dengan senyum yang tak lepas dari sudut bibirnya, membayangkan sang Ibu pulang dengan membawa pisang goreng, atau sebungkus nasi, karena saat ini perutnya sudah sangat perih menahan lapar.
Ketika ibu pulang nanti Nisa akan bilang jika ia sudah menjadi anak baik, menjaga adik sampai ibu kembali. Sekarang adik sudah tertidur dengan lelap, dia tidak menangis lagi.
Anisa tidak pernah tahu jika adik bayinya, terpejam dalam tidur panjang dengan tenang.... Terlelap untuk selamanya, sang adik telah pergi dengan membawa rasa haus dan dahaga.
*Untuk mereka yang hidup dan berjuang di bawah garis kemiskinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H