Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rubik, Membuat Aku, Kamu menjadi Kita

5 Februari 2024   11:06 Diperbarui: 5 Februari 2024   15:54 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Fhoto Kill shot

"Ketika ayahku meninggal beberapa tahun lalu, aku begitu terpukul, ada banyak masalah hidup yang aku dan ibuku hadapi."

"Dengan bermain kubus rubik, aku sedikit terhibur, semua pola kupelajari untuk mebetulkan bentuk menjadi sempurna, aku sadari hidup bagaikan menyusun rubik, semakin rumit jika di diamkan, dan akan menyelesaikan masalah jika kita terus mencoba," lanjut Disti.

"Rubik itu permainan, sedangkan hidup adalah pilihan, Rubik membutuhkan kecepatan, sementara hidup roda yang berputar. Ketika kita memutar rubik, butuh konsentrasi tinggi, ketepatan dan kelogisan, untuk mengembalikan warna seperti semula. Namun kehidupan, butuh penghayatan setiap detiknya, dan perubahan yang lebih baik, karena kehidupan bukan rubik. Kehidupan bukan permainan yang bisa kamu ulang ketika kamu menyesalinya," papar galuh menimpali ucapan Disti.

Disti terdiam mendengarkan paparan Galuh, ia semakin mengagumi sosok yang saat ini ada dihadapannya.

"Kenapa memandangku seperti itu?" tanya Galuh yang melihat Disti terus menatapnya.

"Ah... kamu lebih pintar dari yang aku kira,' ucapnya seraya tersenyum.

"Jadi.... Sekarang kita satu sircale?" tanya Galuh seraya mengacungkan jari kelingkingnya dan Disti menyambut dengan jari kelingkingnya.

Satu kalimat sederhana yang di ucapkan Galuh memiliki makna tersendiri bagi Disti.

"Kita?" ulang Disti.

"Ya... kita!" seru Galuh, dan mereka tertawa bersama di satu senja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun