"Ah... kamu gak asik di ajak bicaranya," keluh temannya tersebut dan pergi berlalu meninggalkan Disti, yang kemudian kembali asik dengan dunia sketsanya.
Sesekali Disti menoleh ke arah Galuh yang masih serius mengutak atik rubik di tangannya, seakan tidak merasa terganggu dengan riuh canda teman-teman lainnya.
Bagi Disti, Galuh memilki karakter yang unik, ia hanya tertarik dengan kubus-kubus rubik yang berbagai bentuk miliknya, rubik yang sudah susah payah ia susun sama warna, kemudian kembali ia acak, dan menyusunnya kembali dengan pola yang berbeda.
"Susun, nih... jika tidak bisa, hukumanmu aku tambah menjadi 10 hari," ucap Galuh yang tiba-tiba mendatangi mejanya.
Disti meletakan pensil sketsanya di atas meja dan meraih rubik yang di berikan Galuh, sejenak ia memperhatikan kubus dengan penuh warna acak, ia membolak balikan kubus di tangannya, setelelah itu, jemari Disti mulai menyusun layer demi layer tingkatan rubik. Sepersekian detik rubik di tangannya sudah tersusun sama warna.
Dengan senyum bangga, Disti meletakkan rubik di atas meja, entah mengapa Galuh pergi meninggalkan meja Disti, tanpa sepatah katapun, Disti hanya menatap Galuh seraya menganggkat kedua bahunya, setelah itu ia kembali menggoreskan sketsa pada buku gambar, hingga jam pelajaran di mulai.
Tanpa Disti sadari kedekatannya dengan Galuh telah membawa perubahan dalam dirinya, terutama penampilan dan rasa percaya diri, membuat ia lebih bersemangat dalam menghadapi hari, sambil tersenyum, Disti melirik ke arah Galuh yang kembali di sibukkan dengan rubiknya.
*****
Disti duduk sendiri di atas balkon rumah, sore yang cerah membuatnya tertarik untuk membuat lukisan di luar ruangan, belum sempat ia memulai aktivitasnya, siluet bayangan mengalihkan pandangan.
"Seperti Galuh," ucapnya.