Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pewarisan Nilai Budaya Jepang

18 Oktober 2021   19:28 Diperbarui: 18 Oktober 2021   19:44 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rei, dapat dimaknai bahwa samurai tidak boleh bertindak semena-mena, dan harus menghargai sesama dalam rangka menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat.

Makoto berkaitan dengan kejujuran. Artinya seorang samurai harus jujur. Dengan kata lain, seorang samurai memilih diam daripada mengatakan sesuatu yang tidak benar.

Meiyo berkaitan dengan harga diri, yang mana seorang samurai akan memilih melakukan harakiri (cara mati dengan merobek perutnya dengan menggunakan pedang pendek), daripada harus menanggung rasa malu.

Chugi berkaitan dengan loyalitas yang harus dipegang teguh oleh seorang samurai. Loyalitas yang dimaksud, tentu saja loyal terhadap negara/kerajaan maupun terhadap majikannya.

Konsep hidup samurai dengan 7 kode etiknya tidak lepas dari konsep Giri, Ninjo, Honne, dan Tatemae yang wajib dipegang teguh. Konsep giri merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dijalani sesuai harapan masyarakat. Ninjo adalah perasaan yang terdapat pada manusia pada umumnya yang mungkin sesuai dengan giri atau mungkin sebaliknya. 

Cakupan orang yang memahami ninjo akan mampu mengetahui kebaikan orang lain, berempati, dan sepakat masuk ke dalam hubungan insani. Honne berkaitan dengan apa yang sebenarnya dirasakan atau diinginkan yang mungkin bertentangan dengan harapan umum sesuai posisinya, dan biasanya ini disembunyikan (tidak diungkapkan). 

Sedangkan tatemae adalah ekspresi wajah atau perilaku yang ditampilkan di hadapan publik dan disesuaikan dengan harapan publik. Maksud dari honne dan tatemae adalah ekspresi atau sikap yang diupayakan agar sesuai dengan harapan umum, sementara perasaan dan keinginan pribadi sedapat mungkin disembunyikan.

Pada masa pemerintahan Tokugawa (1603 -- 1867 M), para samurai dituntut untuk setia dan mengabdi secara turun temurun kepada atasan atau majikannya. Dengan kata lain, anak seorang samurai harus menjadi samurai, dan sejak balita sudah dididik untuk mengiternalisasi bushid.

Dari informasi yang saya dapatkan dan apa yang saya saksikan, saya dapat memahami benang merah antara karakter Jepang masa kini dengan kode etik samurai. Dengan kata lain, semangat bushid (nilai moral yang diwariskan para samurai) dijadikan norma yang dipedomani oleh seluruh masyarakat Jepang dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan mewarnai sikap serta perilaku bangsa Jepang sampai sekarang.

Referensi:

Beasley, W.G. (2003). The Japanese Experience. A Short History of Japan. Jakarta: Penerbit. Yayasan Obor Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun