Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pewarisan Nilai Budaya Jepang

18 Oktober 2021   19:28 Diperbarui: 18 Oktober 2021   19:44 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

According to Japanese mythology, Izanagi produced the Sun Goddess, Amaterasu, from his left eye and the Moon God, Tsukiyomi, from his right one. In due course, the grandson of the former, Ninigi by name, Jimmu Tenno, became emperor of Japan and his descendants have reigned there ever since.

Sebenarnya Shinto merupakan kepercayaan animistik yang mempertuhankan segala sesuatu yang dianggap luar biasa. Di samping tuhan-tuhan (Kami) yang berasal dari alam mitologi purba, terdapat juga tuhan-tuhan yang muncul pada zaman-zaman berikutnya, bahkan mungkin akan terus bertambah di masa-masa mendatang. Bila ada panglima yang gagah perkasa atau seorang sarjana luar biasa, maka setelah mereka meninggal dunia, maka mereka masuk ke dalam kumpulan 'Kami'.

Pada akhir abad ke-4 menjelang abad ke-5 kebudayaan Cina, khususnya ajaran Budha masuk ke Jepang. Masyarakat Jepang yang pada saat itu sudah memeluk faham Shinto, memiliki keyakinan bahwa para 'Kami' akan marah apabila ajaran Budha diterima. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat Jepang menolak ajaran Budha, khususnya di kalangan istana. Akan tetapi di akhir abad ke-5 agama Budha mulai diterima oleh kalangan istana. Pangeran Shotoku yang berkuasa pada masa itu merupakan seorang penganut agama Budha, dan menjadi penyebar pemikiran Cina.

During the period of government of Prince Shotoku (593-621) it was the official religion of Japan. His most important contribution, however, was the writing and adoption of a Chinese-style constitution in 604 A.D. This constitution is firmly based on Confucian principles (although it has a number of Buddhist elements). (Hooker, 1996: 37)

Beasley (2003: 52) dalam bukunya The Japanese Experience. A Short History of Japan menjelaskan bahwa pada zaman Heian, tepatnya pada tahun 741 dibangun otera (kuil agama Budha) atas perintah raja. Ini menandakan bahwa pada abad ke-7 agama Budha telah diterima baik oleh masyarakat Jepang, dan terjadi harmonisasi aliran Budha dan Shinto.

Pada masa Heian ini pula, muncul golongan-golongan samurai () yang kerap disebut sebagai bushi () yang diterjemahakan sebagai 'prajurit'. Dari ajaran Budhisme, samurai menemukan ajaran tentang adanya reinkarnasi, sehingga seorang samurai tidak takut mati. 

Sementara itu aliran meditasi Zen, samurai memperoleh pemahaman bahwa manusia harus memahami diri sendiri dan tidak membatasinya, sehingga samurai menggunakan ajaran ini sebagai alat untuk mengusir rasa takut. Shintoisme mengajarkan hal yang menyangkut kesetiaan dan patriotisme. Sementara itu Konfusianisme mengajarkan hubungan antar manusia, serta antara manusia dengan lingkungan dan kerabatnya.

Lebih spesifik lagi, Newman (1989: 8) mengulas tentang 7 kode etik Bushid dengan mengatakan: "There are seven virtues which are the pillars of the samurai's moral code: Rectitude/right decision (Gi), Courage (Yu), Benevolence (Jin), Respect (Rei), Honesty (Makoto), Honor (Meiyo), and Loyalty (Chugi)."

Gi, berkaitan dengan keharusan seorang samurai untuk bersikap, bertindak, dan berbicara atas nama kebenaran. Oleh karena itu muncul istilah 'ichi gon' yang diberikan untuk seorang samurai. Arti ichi gon adalah 'satu kata', yangdapat dimaknai bahwa kata yang keluar dari mulut seorang samurai dapat dipercaya. Samurai harus mengatakan hal yang sebenarnya, dan janji yang terucap akan dipenuhinya meskipun nyawa taruhannya.

Yu, dapat ditafsirkan bahwa seorang samurai harus memiliki keberanian, baik untuk menjalankan tugas yang diembannya, maupun mempertahankan harga dirinya.

Jin, mengisyaratkan bahwa seorang samurai harus memiliki empati yang tinggi untuk dapat melakukan kebajikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun