Metaverse, menurut Neal Stephenson merupakan penyatuan realitas fisik dan ruang virtual, memadukan VR, AR, lifelogging dan mirror world dapat memberikan kelelahan kognitif. Kelelahan semacam ini kemungkinan jika dilakukan terus menerus dapat mengarah kepada kecanduan dan delusional, seperti pernyataan Phll Reed dalam Psychology Today.
Delusi yang mungkin akan terjadi adalah paranoia sebab persepsi mereka terhadap realita terganggu. Terlebih penggunaan metaverse ini menggunakan lifelogging dimana kegiatan dan tindakan seseorang direkam dan dibuat menjadi data terperinci. Data ini kelak akan digunakan setidaknya untuk pembuatan avatar dan berinteraksi di dalam semesta virtual yang merepresentasi dunia nyata.
Jika hal ini memang benar terjadi, seorang pengguna metaverse yang belum sepenuhnya matang secara kognitif dalam memahami lingkungan sekitar dan segala hal terkait di dalamnya dapat mengalami kesulitan untuk memisahkan antara realita dan virtual. Tentunya hal ini dapat memengaruhi pemahamannya terhadap kondisi nyata dimana dia hidup.
Lalu siapkah kita dengan cara hidup yang mutakhir ini? Cara hidup yang berawal dari imajinasi, namun dapat berujung delusi jika tak mampu mengidentifikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H