Mohon tunggu...
Nenden SuryamanahAnnisa
Nenden SuryamanahAnnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hanya seseorang yang sedang belajar menulis dan belajar menyampaikan opininya lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Andai Aku

28 November 2021   11:59 Diperbarui: 28 November 2021   12:05 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kakek Jim balik badan, segera mencari sepatu di bagian rak yang berhadapan dengan rak sepatu heels. Ia menyodorkan sebuah sepatu kets dengan tampilan yang lebih modis dan warna yang lebih mencolok juga motif yang keren. Ini pasti sepatu import.

"Apa kakek seorang penyihir?" yang ditanya hanya diam. "Kenapa Kakek meemperbolehkanku mencoba sepatu-sepatu ajaib ini?" Kakek Jim masih membisu. Aku mengangkat bahu. Sudahlah. Lanjut memasang sepatu kets itu. Cahaya putih itu kembali. Walau masih terhenyak, kali ini kau sudah lebih dulu menutup mata.

Suara dengung lebah terdengar. aku mulai membuka mata perlahan. Aku persis duduk di salah satu kursi di sebuah kafe. Aku menegok ke kanan, menatap seorang gadis muda yang memakai lanyard yang sama dengan yang aku pakai.

"Apa ada masalah? Kenapa semua orang terlihat kesal?" Gadis muda itu berhenti menggerutu, balas menengok. "Anak magang tidak di berikan gaji bulan ini!" Aku menganggu-angguk, ikut memasang wajah kesal bercampur bingung. Aku tidak tahu kalau permasalahan seperti ini bisa terjadi. Ternyata acara makan bersama itu sekaligus pembagian gaji pegawai. Aku melirik Lanyard yang ku pakai, sebuah nama perusahaan Startup ternama tertulis di sana. Aku menutup mulut. Astaga aku salah satu anak magangnya. Ini keren.

Waktu berjalan cepat, setelah acara berakhir, paginya aku langsung berangkat ke kantor. Ibu dan ayah tersenyum  bangga, terlihat sangat senang dan penuh harap. Aku memulai hari dengan mengambil banyak cemilan gratis di rak-rak transparan. Juga segelas kopi dari mesin kopi di sebelahnya. Tempat kerja yang sempurna.

Aku duduk di kursiku --aku menemukannya setelah bertanya kesana-kemari. Aku menyapa beberapa teman kantor yang sudah tiba lebih dulu. Aku mulai membuka laptop melihat daftar pekerjaan, mulai mengerjakan tugas. Satu jam, dua jam, tiga jam, ini mulai terasa membosankan. Tugasku belum selesai juga. Aku berhenti sejenak, memotret laptop, lalu mengunggahnya ke sosial media. Belum sempat aku meletakan ponsel, alarm di ponselku berbunyi. Jadwal kuliah online. Aku menepuk dahi, aduh tentu saja aku masih kuliah.

Aku membuka laptop lain, dua jam terhanyut dalam penjelasan dosen. Sesekali mencatat di note ponsel. Belum selesai pelajaran, alarm ponselku kembali berbunyi. Deadline kerjaan. Astaga, pekerjaan itu belum selesai. Aku beralih ke laptop kerja mulai "ngebut" mengerjakan, menghiraukan sisa penjelasan dosen.

"Untuk tugas hari ini, saya mau kalian kirim ke email saya malam ini. Saya tidak mentolelir keterlambatan apapun." Aku mengeluh. Apa-apaan ini, bagaimana aku bisa mengerjakan tugas dari doseni itu? Tugas kantor juga masih belum selesai.

Akhirnya tugas kantorku selesai, walaupun terlambat tiga jam dari deadline. Beberapa teman sudah lebih dulu meninggalkan kantor. Aku sempat menolak makan siang juga tawaran pulang bersama. Tidak akan sempat. Aku mengirimkan hasil kerjaan lewat email. Bergegas pulang. Masih ada waktu mengerjakan tugas kuliah.

Sesampai di rumah aku langsung membuka laptop. Belum sempat menyelesaikan poin satu, suara email masuk terdengar dari ponselku. 

Revisi dan tambahan tugas. Note: penting selesaikan malam ini jangan terlambat lagi. Apa? Aku menghempaskan tubuh ke kasur. Kenapa temanku tak pernah mengunggah hal-hal seperti ini? mengerjakan tugas kuliah saja sudah sulit, ini ditambah tugas dan revisi di tempat magang. Aku menghembuskan napas berat. Mulai berfikir. sepertinya menikah muda akan lebih menyenangkan. Aku segera bangkit mulai melepas salah satu sepatu. Aku melirik ke arah laptop. Selamat tinggal tumpukan tugas. Splash! Beberapa detik cahaya putih menyelimutiku lantas menghilang perlahan, kembali ke toko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun